Pendakian Gunung Bongkok, Purwakarta 25-27 Juli 2015
Akhirnya kita sampai di pos 1. Enggak seperti gunung-gunung yang lain, disini pos 1 itu seperti basecamp. Di pos 1 ini kita registrasi, harga tiket per orangnya sebesar 5000 rupiah. Di pos 1 ini juga terdapat tempat parkir yang luas untuk motor.
Sekitar jam 9 malam kami sampai di pos 1. Dengan fisik yang sudah kelelahan karena dari shift malam langsung berangkat menuju kota Purwakarta. Rencananya kami buka camp di pos 2. Namun karena kelelahan kami merubah rencana untuk tidur terlebih dahulu di pos 1 selama beberapa jam untuk mengembalikan stamina.
Tapi ketika kami bertanya jarak waktu ke pos 2 itu berapa lama?. Si mamang penjaga menjawab "10 menit". Langsung kami terkaget-kaget. Karena kami sebelumnya mengira di atas 1 jam.
"Lha ngapain juga istirahat? Mending di pos 2 aja!"
Kemudian kami berempat pergi meninggalkan pos 1.
Sekitar 10 menit kurang kami sampai di pos 2. Disini lahannya camp nya sudah sangat rapih. Berpetak-petak seperti sawah dengan rumput taman. Disana juga terdapat saung-saung yang bisa kita sewa. Enggak usah khawatir gelap, karena di pos 2 ini sudah terdapat banyak lampu.
Tadinya gue berpikir bakal ngecamp di hutan, kalau ini sih lebih seperti bumi perkemahan.
Tapi yang namanya gunung tetap jadi tempat andalan bagi gue buat menenangkan pikiran. Gue tetap senang.
Enggak lama kemudian gue tepar meninggalkan segelas kopi hangat waktu itu. Badan memang enggak bisa ditipu, kalau sudah lelah pasti langsung terlelap. Haha.
By the way enggak usah mengkhawatirkan dingin, karena gue bawa sleeping bag pun enggak dipakai. x_x
***
Imem Beraksi |
Ini dia tingkah teman gue sewaktu sampai di Puncak Datar gunung Bongkok. Mungkin si Imem ingin memetik buah, namun sangat disayangkan disana tidak ada buah. End of story. Hashtag cerita sedih.
Beginilah seharusnya perjalanan, kalau tidak diselingi tingkah konyol maka perjalanan itu enggak bakal menyenangkan. At least tidak kaku seperti kanebo kering. Haha.
Kurang lebih 1 jam perjalanan dari tempat kami nge-camp, kami sampai di sebuah pertigaan. Pertigaan ini mengarah ke puncak Batu Tumpuk yang merupakan utama dan puncak Datar.
Awalnya kami ingin langsung naik ke puncak Batu Tumpuk, tapi sepertinya waktu itu di puncak Batu Tumpuk sangat ramai sekali. Kata si mamang penjaga yang di pos 1, kalau hari libur panjang bisa sampai ribuan pendaki datang ke Gunung Bongkok ini, bahkan untuk naik ke puncaknya harus mengantri.
Ini gunung atau pembagian sembako yah?. Akhirnya dengan alasan itulah kami memilih menuju Puncak Datar terlebih dahulu.
Jalan ke Puncak Datar lumayan tertutup, berbeda dengan jalan dari Pos 2 menuju persimpangan puncak yang menanjak cukup terjal. Bahkan di jalan dari Pos 2 ke persimpangan itu banyak terdapat tali webbing yang dipasang guna membantu para pendaki untuk melewati jalur itu. Jalurnya sendiri cukup lebar dan terdiri dari banyak tanah yang kalau hujan sepertinya akan membuat kita sulit untuk melewatinya. Jadi dengan dipasangnya tali webbing tadi cukup membantu.
Di gunung ini akan sering kita jumpai tumpukan batu yang besar-besar mirip seperti jalur di Gunung Manglayang, cuma sayang banyak sekali tulisan yang merusak keindahan. Padahal keindahan alam itu enggak sebanding dengan vandalisme, apalagi cuma untuk tulisan "aa sayang neng".
Kembali ke perjalanan menuju Puncak Datar. Jalan yang yang lebih rimbun dan menurun. Kami sempat ragu apakah ini jalan yang benar? Karena jalanan itu terus menurun. Ataulah kita nanti tiba-tiba sampai di Waduk Jatiluhur?. Masalahnya untuk naik kembali itu lumayan juga, lumayan bikin PR. Haha.
15 menit perjalanan, kami akhirnya sampai di Puncak Datar. Kalau di lihat dari keadaannya, lebih bagus untuk membangun camp disini. Selain bisa melihat sunrise, di depannya juga terdapat pemandangan Gunung Parang yang menjulang dengan tebing vertikalnya. Kalau kalian suka menonton My Trip My Adventure pasti tau gunung ini. Adegan saat mereka naik tebing dengan besi yang ditancapkan seperti tangga vertikal. Kayaknya boleh dicoba.
Selain itu juga di Puncak Datar ini cukup berbahaya karena ujungnya langsung menuju jurang. Tapi justru itulah yang membuat para pendaki tertarik mengunjungi tempat ini. Kamipun sempat berkenalan dengan beberapa pendaki lainnya.
***
Setelah kenyang bergaya di Puncak Datar, kami kembali menjejaki jalan yang sebelumnya untuk menuju Puncak Batu Tumpuk. Sebenarnya sebelum sampai pertigaan puncak di jalur tersebut juga terdapat pertigaan dengan papan nama "Area Camp 2". Belum jelas jalur tersebut menuju kemana? Apakah ke Pos 2 atau area camp yang lain. Karena waktu kami terbatas, maka kami tidak dapat menjelajah tempat tersebut. Mungkin lain kali kami kesana lagi.
Dari pertigaan puncak menuju Puncak Batu Tumpuk itu hanya memerlukan waktu kurang lebih 5 menit. Ternyata di Puncak Batu Tumpuk ini areanya cukup luas, tapi memang sulit untuk mendirikan renda karena permukaannya tertutup oleh batu. Disana juga kita bisa melihat sampai 360 derajat pemandangan kota Purwakarta. Dari gunung sampai danau Jatiluhur. Cuma sayang waktu itu udara sedikit berkabut, sehingga pemandangannya samar-samar.
Di Puncak Batu Tumpuk |
Langit cerah dan pemandangan yang indah membuat gue ingin sedikit bersantai-santai sembari menikmati secangkir kopi. Namun sayang tukang kopinya (Imem) lupa membawa termos, padahal dia biasanya bawa.
Di tumpukan batu paling atas (975 mdpl) terdapat sebuah tapak kaki. Gue belum tau pasti mitos tapak kaki ini. Tapi benar ada disana. Walaupun lekukannya sudah tidak bagus lagi.
Selesai berfoto-foto biar tidak disangka hoax, kami bergegas kembali ke camp kami untuk makan pagi + siang. Mie goreng, bakso dan telur dadar menjadi menu andalan kami waktu itu. Walaupun rasanya asin, tapi tetap mengenyangkan. Bukan karena yang masak pengen cepat kawin ya, tapi memang karena kami menggorengnya memakai margarin.
Beberapa menit kemudian kami mulai packing dan kembali ke kota Purwakarta.
***
Ada yang Kecapean |
Pendaki juga manusia biasa. Akhirnya Fauzan Beladin terkapar tidak berdaya di sebuah gerbong Commuter Line. Karena energi terakhir Beladin sudah habis terkuras untuk meng-zoom foto wanita yang baru di kenalnya di Gunung Bongkok. Haha.
Setelah sampai di kota Purwakarta, kami langsung menuju stasiun. Loket untuk kereta sore di buka jam 15:00. Dengan harga tiket 6000 rupiah menuju stasiun Jakarta Kota. Karena kereta lokal, berarti sudah bisa ditebak bagaimana keadaan di dalam kereta tersebut. AC yang enggak dingin, belum lagi jumlah penumpang yang melebihi jumlah tempat duduk. Beruntungnya kami naik dan turun di stasiun pertama dan terakhir, jadi masih besar kesempatan kami untuk dapat tempat duduk.
Sebelum kami meninggalkan kota Purwakarta, kami menyempatkan diri untuk mencicipi (padahal mah memang lapar) sate maranggi khas Purwakarta. Bagi yang belum tau perbedaan sate maranggi dengan sate biasa itu adalah, kalau sate maranggi sudah didiamkan di dalam bumbu selama satu malam. Jadi enggak perlu ditambah bumbu lagi, paling hanya kecap dan acar.
Kenyang dengan sate maranggi kami kemudian masuk ke dalam kereta. Kalau main ke stasiun ini jangan lupa untuk berfoto di depan tempat penumpukan kereta. Kata teman gue di pulau jawa ini cuma ada dua tempat pembuangan gerbong kereta seperti ini. Yang satu di Malang dan yang satu lagi di Purwakarta. Spot yang bagus ke arah utara, dimana warna gerbongnya warna-warni, cukup kontras kalau difoto.
Tapi hati-hati, penjaga disana sangat tidak bersahabat. Belum beberapa lama kami berfoto sudah terdengar bunyi peluit. Gue sempat mencari sumber bunyi peluit itu sampai ke kolong kereta tapi enggak ketemu apa-apa, langsung cuek melanjutkan sesi foto lagi bersama si Fahmi. Enggak lama kemudian bunyi peluit terdengar lagi, oh ternyata bunyi peluitnya di atas kereta. Seketika kami kaget.
"Hoi! Enggak boleh foto-foto disitu! Sebentar lagi berangkat!"
Langsung gue sama Fahmi berlari memutar menyusuri gerbong kereta. Kemudian kami naik ke atas kereta menuju Jakarta Kota.
Perjalanan menggunakan kereta dari Purwakarta menuju Jakarta Kota ini menghabiskan waktu 2 sampai 3 jam tergantung traffic. Dari stasiun Jakarta Kota kami berpisah dengan Imem dan melanjutkan dengan menggunakan KRL ke stasiun Tanah Abang. Dan dari Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Serang kami menumpang kereta Krakatau yang jam setengah sebelas malam. Harga tiketnya sebesar 30000 rupiah.
Setelah 4 jam sampailah kami di kota Serang. Dan selesailah perjalanan kami mendaki Gunung Bongkok. Terima kasih bagi kalian yang sudah membaca catatan perjalanan ini. Bagi yang mau kesana, dibawah gue sudah tulis ringkasannya. Tapi inget don't take anything except picture, don't left anything except footsteps and don't kill anything except time.
***
Rangkuman itinerary:
Serang-Tanah Abang, 4 jam, Krakatau, Rp. 30000/orang.
Tanah Abang-Jakarta Kota, 30 menit, KRL, Rp. 5000/orang.
Jakarta Kota-Purwakarta, 2~3 jam, Lokomotif Lokal, Rp. 6000/orang.
Purwakarta-Basecamp Gunung Bongkok, 1,5 jam, Carter angkot, Rp. 230000/angkot. (Malam enggak ada angkutan desa).
Tiket masuk Gunung Bongkok, Rp. 2500/orang.
Pos 1-Pos 2, 10 menit.
Pos 2-Persimpangan Puncak, 1 jam.
Persimpangan Puncak-Puncak Datar, 15 menit.
Puncak Datar-Puncak Batu Tumpuk, 20 menit.
Basecamp-Pasar Plered, 1 jam, Angkutan Desa, Rp. 10000/orang.
Pasar Plered-Ciganea, 45 menit, Angkutan warna hijau, Rp. 8000/orang.
Ciganea-Stasiun Purwakarta, 20 menit, Angkutan warna merah, Rp. 4000/orang.
CP supir angkot apabila ingin carter, Septa 0896-9966-4254.
Ka kalo mau ke sana dari arah st Purwakarta naik umum arahnya kemana ya? Jurusan apa? Terus naik angkutan umum nya sampe mana? Terimakasih
ReplyDeleteKami waktu itu carter angkot mbak. Tapi kalau mau naik angkutan umum bisa pakai angkutan desa dari pasar plered ke gunung bongkok. Nunggunya di pasar plered. Semoga membantu
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHalo.. besok saya mau ke purwakarta dan berencana ke Gn. Bongkok juga, jam berapa saja jadwal kereta Kota-Purwakarta, ya? Semoga bisa membantu.
ReplyDeleteBahkan gue baca ini sebelum gue ke Bongkok masih belum sadar kalau ini blog elo Dit XD XD
ReplyDeletehaha.. kapan nih nanjak bareng?
Delete