Berlibur ke Pulau Peucang, Ujung Kulon 16-17 Agustus 2015



Suasana pagi itu mulai ramai. Ada yang datang untuk berwisata dan ada juga yang datang untuk membeli ikan. Waktu itu bertepatan dengan libur panjang, long weekend dengan HUT RI yang ke 70, jelas saja banyak yang menghabiskan waktunya untuk liburan. Begitupun kami, gue dan teman-teman gue mengikuti acara open trip ke Pulau Peucang.

Pulau peucang sendiri berada di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang sudah terkenal dengan Badak bercula satunya. Daerah ini merupakan paling barat pulau jawa. Kami pergi kesana menggunakan perahu dari dermaga Sumur. Tapi gue juga baru tahu kalau ternyata dari pelabuhan Merak pun bisa, hanya saja menggunakan speedboat. Sementara alternatif lain ialah menggunakan helikopter dan berenang sendiri. Haha.. yah paling "ngambang".

Kami berangkat dari Serang tengah malam menggunakan bus DAMRI yang kami sewa, kemudian tiba di Sumur sekitar jam 3 pagi. Gue yang sudah kehabisan baterai kehidupan langsung terkapar di kehangatan karpet mesjid. Sementara temen gue si Mehonk dan si Kodok asik ngobrol dengan panitia.

Suasana di Pasar dan pelabuhan Sumur

***

Kopi pagi hari itu menambahkan rasa, kami siap berpetualang. Bau asam karena belum mandi tidak akan bisa menghalangi kami.

Kapal siap berlayar! (Padahal pake motor).

Perjalanan ke Pulau Peucang membutuhkan waktu sekitar 3 jam tergantung ombak. Di perjalanan kami melewati tambak-tambak udang yang jumlahnya lumayan banyak. Kami juga sempat snorkeling sebentar di Pulau Bandul. Yang unik dari pulau ini adalah pulau ini hanya terdiri dari gundukan pasir saja, tidak ada pepohonan satupun. Luasnya juga tidak seberapa, kemungkinan terendam seluruhnya apabila air laut pasang.

Disini warna air lautnya sudah sangat bagus, hijau kebiruan dengan pasir yang sangat halus di sekitar pulau. Enggak heran banyak sekali foto di sosial media dengan background pulau ini.

Perjalanan kami berlanjut menuju pulau Peucang. Satu persatu dari kami mulai hanyut. Maksudnya hanyut ke alam mimpi.

Sampai beberapa jam kemudian sampailah kami di Pulau Peucang.

Pulau Peucang
Tepian pantai warna air lautnya hijau, pasirnya halus juga sangat rimbun oleh pepohonan. Di dalam pulau banyak binatang liar yang berkeliaran seperti; monyet, rusa dan babi hutan. Tapi jangan takut karena mereka sepertinya sudah biasa dengan kehadiran manusia, hanya saja kita harus berhati-hati dengan monyet yang ada disana, karena mereka suka merebut makanan dari kita atau suka mengacak-acak tempat sampah. Jadi harus di pastikan kamar homestay dan tempat sampahnya tertutup rapat.

***


Di Tempat Pemantauan Burung Merak dan Banteng
Kekaguman gue enggak berubah saat gue melihat burung Merak di Taman Nasional ini, sama persis ketika gue pertama kali melihatnya di gunung Argopuro. Warna bulunya begitu indah, apalagi waktu mengembang. Untuk melihatnya gue dan Kodok menyelinap perlahan, melangkah diantara kotoran-kotoran Banteng. Iya kotoran Banteng yang tersebar di seluruh penjuru savana itu, tapi kami tidak kunjung melihat satu ekorpun. Kami cuma bisa melihat tulang-belulang yang di simpan di dekat pos penjagaan.

Habitat burung Merak dan Banteng ini berada di seberang pulau Peucang, yang berjarak kurang lebih 15 menit.

Jam makan siang telah tiba, kami makan siang di atas kapal yang sedang berlabuh, berlabuh di hati kamu ..eaaa. Kenapa makan siangnya di kapal? Karena monyet-monyet di dataran pulau bisa mengganggu dengan merebut makanan kita. Untung cuma makanan yang direbut, bukan pacar.

Setelah makan siang, tujuan kami berikutnya adalah kembali snorkeling dan menuju tempat pemantauan Banteng, Merak yang gue sebutin tadi. Sebelum berangkat kami sempat beristirahat dulu di pulau Peucang sambil menunggu makan siang. Ketika yang lainnya (khususnya cewek-cewek) sibuk berganti baju, kami (gue, Mehonk dan Kodok) malah sibuk mencari tukang kopi. Disini memang tidak ada yang berjualan, adapun restoran tapi sudah lama tutup. Homestay tertentu menyediakan makanan khusus untuk tamunya, yang sayangnya homestay kami tidak ada fasilitas itu. Akhirnya kami meminta kopi pada kru kapal, akhirnya ngopi juga.

Spot snorkeling yang kedua enggak beda jauh dengan yang pertama. Hanya saja airnya lebih hijau. Seperti biasa gue kurang menikmati snorkeling karena gue enggak bisa pakai masker dan snorkel. Mata gue yang bermasalah membuat percuma kalau pakai masker biasa, enggak akan kelihatan. Walaupun gue membuat kacamata renang yang di modifikasi dengan lensa, tapi tetap kurang menyenangkan tanpa snorkel.

"Ikan-ikan disini kok sedikit amat?" Tanya gue dalam hati, juga beberapa orang yang snorkeling bersama gue.

Dipikir-pikir ternyata kita pelit juga ya. Dahulu gue kalau snorkeling selalu membawa roti atau biskuit yang sudah dihancurkan untuk makanan ikan, supaya ikan berkumpul. Tapi ini dari tadi enggak ada satupun yang mengeluarkan roti.

Tiba-tiba gue ingat kalau gue bawa roti, tapi baru ingat juga kalau rotinya sudah masuk perut gue. 

Lapar tidak bisa dibendung..

Selesai snorkeling dan melihat savana pemantauan Banteng dan Burung Merak, kami kemudian kembali pulang. Diperjalanan pulang, di tepian dermaga, kami melihat sesuai yang indah. Keren juga ya di Ujung Kulon ada yang seperti ini.

On Board
***

Petang itu kami kembali menuju pulau Peucang, tempat dimana homestay kami berada. Para wanita sibuk menyiapkan peralatan mandinya, namun sayang air belum mengalir. Sementara para lelaki sibuk mengobrol sambil meminum kopi.

Malam di pulau Peucang cukup menyenangkan karena disini enggak ada atau sedikit sekali nyamuknya. Jadi bisa nongkrong-nongkrong di luar kamar lebih lama, kebetulan juga waktu itu ada motoGP di TV dan akhirnya kita nonton bareng.

Kemudian kita kembali makan malam di dermaga kapal. Stok air minum menipis, tenggorokan gue seret enggak minum. Sedikit saran buat kalian yang nanti mau ke pulau Peucang; bawa persediaan minum yang banyak, karena disini enggak ada yang jualan.

Entah karena musim atau apa? Di pulau Peucang ini tidur sangat nyaman karena tidak ada nyamuk sama sekali. Berbeda ketika gue bermalam di pulau-pulau lain, yang selalu di kejar-kejar nyamuk. Padahal gue berharapnya di kejar-kejar kamu (sambil bawa golok, lho?).

Teman di sebelah gue mengigau enggak karuan, kemudian pas pagi-pagi dia bilang ke gue "sebelah gue itu elu ya? Kemaren ngigau-ngigau". Langsung dibales sama yang lain "sama aja, elu juga ngigau". Hahaha..

Kata orang mengigau adalah akibat dari pemikiran yang berkelanjutan atau stress. Makanya sampai ke bawa ke mimpi, namun reaksinya sampai ke gerak juga. Berarti tandanya gue stress dong? Emang, hahaha.

***
Pagi Tapi Sedikit Siang di Pulau Peucang
Pagi hari semuanya beramai-ramai mengitari pulau untuk melihat sunset. Sementara gue memutuskan untuk merileksasi tubuh gue lebih lama. Karena menurut gue, percuma ketika elu mendapatkan sunrise tapi pemikiran elu masih belum bangun sepenuhnya. Itu enggak bakal terekam di ingatan elu. Di lain sisi alasannya; capek, masih ngantuk dan sekian.

The Crew


Setelah sarapan kami langsung packing karena setelah jadwal terakhir kami waktu itu, kami tidak akan kembali lagi ke homestay.

Pagi itu kami tracking menuju Tanjung Layar. Tanjung Layar ini merupakan pelabuhan pertama di Indonesia yang di bangun oleh pemerintah Belanda. Namun kemudian hancur karena tsunami akibat dampak dari ledakan gunung Krakatau. Sekarang yang tersisa hanya puing-puingnya saja. Untuk bagian Mercusuar sepertinya sudah di restorasi, namun untuk rakyat jelata seperti kami tidak diperkenankan untuk melihatnya. Tapi itu tidak masalah, karena pemandangan karang, tebing di Tanjung Layar ini cukup mengagumkan. Disana terdapat tebing yang megah juga karang-karang yang memecah ombak dengan sangat indah.

Tebing di Tanjung Layar
Gue Diketekin

Setelah selesai menikmati pemandangan Tanjung Layar, kami kemudian kembali ke kapal untuk jadwal terakhir Kanoing di Pulau Handeuleum. Tapi niat kami untuk Kanoing di pulau Handeleum di cancel karena waktu sudah terlalu melenceng jauh dari jadwal. Kalau memaksakan bisa-bisa kami sampai di Serang tengah malam. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Perjalanan panjang ke pelabuhan Sumur, satu persatu dari kami mulai tumbang. 3-4 jam berlalu.

***

Tiba di pelabuhan Sumur gue di bikin shock. Ketika gue susah payah mengumpulkan sampah ke trash bag, ternyata si kru perahu malah ngebuangnya ke laut. What the..

Kalau dipikir-pikir, nelayan di pulau Jawa itu kurang menghargai apa yang menjadi lapangan kerja untuk dirinya. Coba lihat pelabuhan Muara Angke, dengan warna lautnya yang hitam. Pelabuhan Karangantu yang warna air lautnya kecoklatan dengan sampah di sisi-sisinya. Nelayan selalu mengeluh tentang harga solar yang naik, jadi mereka tidak bisa mengarungi laut untuk mencari ikan atau mengantarkan penumpang. Tapi laut, kepada siapa dia mengeluh?.

Akhirnya kami repacking di pelabuhan untuk kembali ke Kota Serang dengan menggunakan bus Damri.

Perjalanan 3 jam ke kota Serang ini dipenuhi dengan curhatan sang supir Damri. Mengeluh karena menjemput kami itu enggak ada uang lebihnya. Padahal supir Damri itu digaji, bukan dengan sistem honorer. Berbeda dengan supir bus Damri yang mengantarkan kami ke pelabuhan Sumur, melakukan pekerjaannya dengan senang hati.

Untuk yang ingin men-carter angkutan bus Damri, memang murah dan bisa menampung banyak orang. Tapi saran gue, hindari supir yang banyak mengeluh seperti yang kami dapat sewaktu perjalanan pulang ini. Karena beliau menyupirnya seperti mau balapan, sangat enggak aman.

Di dalam Bus Damri
And that is all catatan perjalanan gue ke pulau Peucang. Memang masih banyak lagi yang belum di eksplore di Taman Nasional Ujung Kulon itu. Mungkin ini juga jadi PR supaya gue kembali lagi kesana dengan itinerary yang berbeda. Diving mungkin? Hehe.

Walaupun isi catper kali ini kurang perjalanannya juga endingnya enggak bagus gara-gara nelayan yang buang sampah sembarangan dan supir bus Damri, tapi it was a great journey guys! Jadi lebih tau tentang taman nasional ini. Thanks to Rhino Adventure.

***

Comments

Popular posts from this blog

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri