Kemping Ceria Di Suaka Elang Loji (Raptor Sanctuary) 19-20 September 2015


Obrolan di Grup Whatsapp waktu itu mulai enggak jelas. Hanya seputar Linda, Linda dan Linda. Dasar cowok-cowok fakir cinta, kebetulan gue juga termasuk sih.

Akhirnya gue kirim foto jembatan gantung dan kanopi yang keren banget, tentunya ada ceweknya dan mereka langsung tertarik. Sebenarnya gue dapat foto itu dari akun Instagram yang isinya tentang tempat-tempat menarik di bogor. Tempat itu adalah Suaka Elang. Katanya selain jembatan dan kanopi tadi, kita juga bisa melihat burung Elang. Selain itu kita juga bisa kemping dan mandi di air terjunnya. Yang terakhir kemungkinan kecil kami bisa menemukan jodoh disana. Haus cintaaaaa.

Tiga hari menjelang keberangkatan badan gue malah drop. Selain itu juga gue enggak dapat partner untuk changeday. Karena jadwal shift mengharuskan gue untuk kerja malam dahulu di hari jumat dan baru libur di hari Sabtu, sementara yang lainnya ingin berangkat di malam Sabtu. Kasian juga kalau sampai gagal, karena teman gue Dziki sama Irma istrinya sudah semangat banget dari awal. Sempat kepikiran buat banting stir jadi nonton bareng film Everest, tapi sepertinya teman-teman gue kurang semangat. Akhirnya malam Sabtu itu kami enggak jadi berangkat.

Karena waktu itu memang jadwal libur panjang gue, yaitu Sabtu-Minggu-Senin, maka gue tetap pulang ke Bogor untuk refreshing. Alat-alat kemping sudah gue masukin semua ke bagasi mobil, karena gue memang niat untuk kemping ke tempat itu walaupun nanti sendirian. Gue kemudian konfirmasi ulang di grup kalau gue tetap mau ke Suaka Elang dan kebetulan Dziki, Irma, Bojeng dan Atun juga setuju untuk berangkat di hari Sabtu.

Pagi sedikit siang gue langsung bergelut dengan aspal. Dziki nge-whatsapp gue kalau dia ada urusan dahulu jadi sedikit telat sampai Bogor, padahal gue sendiri masih di rest arean jalan Toll Tangerang sedang mengunyah gorengan dan lontong bersama teman gue. Kemudian jam 11 siang gue sudah sampai di rumah. Jam 2 siang Dziki dan Irma baru sampai di rumah gue, setelah sholat Ashar kita langsung berangkat.

Suaka Elang ini berada di daerah yang bernama Loji. Suatu daerah di kaki gunung Salak. Untuk mencapai kesana kita tinggal ikuti jalur alternatif Sukabumi. Yaitu dari Cihideung sampai Cijeruk atau ikuti saja jalur angkutan umum nomor 04a. Disepanjang jalan nanti bertemu 2 kali pertigaan jalan besar. Dipertigaan yang pertama kita ambil arah kiri dan di pertigaan kedua kita ambil arah kanan (lurus). Beberapa menit dari pertigaan kedua, kita perhatikan jalan di kanan. Nanti kita melihat papan petunjuk arah tulisan putih berlatar hitam yang tertulis "Loji". Tidak jelas patokannya, namun dipertigaan itu ada semacam gudang yang sudah tidak terpakai.

Dari pertigaan jalan kecil tadi kemudian kita melewari jalan yang sedikit menanjak. Sampai di akhir jalan ada lapangan kecil dan Sekolah Dasar (SD). Kami sempat berhenti sebentar untuk mencari jodoh ..eh kok kami? Saya doang dong harusnya?. Dengan alasan membeli air mineral, kami kemudian bertanya ke orang-orang yang ada di warung tempat kami beli air mineral itu.

Gue: "Pak, ada batu akik?"

Eh salah, yang benar begini..

Gue: "Pak, jalan ke Suaka Elang ke arah mana ya?"

Bapak yang lagi nongkrong di warung: "Wah.. itu sih sudah kelewat 100 kilometer dek"

Kemudian gue, Dziki dan Irma ramai-ramai mengangkat, menggotong dan memindahkan warung tersebut ke Zimbabwe.

Ternyata dari persimpangan itu jalannya adalah lurus terus ke depan. Kemudian kita melewati jalan berbatu yang lumayan banyak batunya, jadi kami enggan untuk menghitungnya.

Tidak begitu lama kami sampai di persimpangan. Disini terdapat sekelompok pemuda desa yang menagih uang tiket masuk kawasan. Tiket yang mereka berikan berupa fotokopian, tercetak biaya masuk sebesar (kalau tidak salah) Rp. 5000,-. Kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi. Masih jalan berbatu yang kemudian kami jalan setapak. Untuk mobil sepertinya berhenti sampai di jalan setapak tadi, disebelahnya terdapat lahan yang lumayan luas untuk parkir mobil. Sewaktu kami kesana juga terdapat truk TNI yang sedang diparkir.

Terlihat pos Suaka Elang dari kejauhan. Dibawah pos terdapat lahan yang luas untuk parkir motor. Tetapi karena waktu itu ada yang mengadakan jambore, bapak petugas menyuruh kami untuk parkir motor diatas di samping pos. Jalan lumayan sedikit naik.

Didepan pos inilah terdapat kanopi atau balai bambu atau tempat pengamatan dari kayu. Cuma sayangnya kita tidak bisa masuk karena kayu-kayunya sudah mulai rapuh. Kayu saja bisa rapuh, bagaimana hati ini?.

Gue lupa berapa uang yang harus dibayarkan untuk masuk kesana. Rasanya kurang lebih 25rb per orang, itu sudah termasuk biaya parkir motor dan kemping. Bapak penjaga pos bilang bahwa pemuda yang meminta uang tiket di persimpangan itu adalah ilegal. Tidak ada dasar hukum dan asuransi, mereka berjanji akan menindak hal tersebut. Atara dua kemungkinan sih menurut gue. Yaitu berhasil ditindak atau bapak penjaga pos menjadi babak belur. Maklum di daerah Banten dan Jawa Barat ini yang namanya pungli dan parkir liar sudah merajarela.

Beberapa meter dari pos kami sampai di jembatan yang banyak orang posting di Instagram. Jebatan ini mirip dengan Canopy Trail di Cibodas, hanya saja jembatan ini tidak menggantung di pohon dan tidak terlalu tinggi. Lebarnya hanya muat untuk satu orang dan kayu pijakannya sudah banyak yang bolong. Sedikit bergoyang apabila kita berjalan cepat, disekeliling jembatan juga sudah terdapat jaring-jarang sebagai antisipasi apabila kita terjatuh. Tapi jangan kuatir karena kawat baja masih kuat untuk saat ini. Enggak tau kalau besok?.

Jembatan Gantung
Di seberang jembatan terdapat dua jalan. Ke kanan adalah jalan menuju display cage burung Elang dan ke kiri menuju tempat perkemahan. Sebenarnya di sebelum masuk jembatan tadi juga terdapat display cage, tapi pengunjung dilarang masuk. Mungkin penyebabnya adalah orang-orang ronda malam. Karena di kampung-kampung kalau ada peliharaan ayam yang hilang dan di dekat kandang ayamnya terdapat tempat seperti habis melakukan barbekyuan, tersangkanya tidak lain adalah petugas ronda.

Karena hari sudah sore, kami langsung menuju tempat kemping. Tempat kemping di Suaka Elang ini bertingkat-tingkat, kami memilih tempat yang sedikit atas karena di bagian bawah sudah di isi oleh orang-orang yang melakukan jambore (atau semacamnya). Di tempat kemping ini terdapat pohon Cemara dimana-mana jadi sangat sejuk karena sinar matahari tidak langsung masuk, kalau yang hobi hammocking tempat ini cocok sekali. Udara disini juga tidak begitu dingin, jadi tidak perlu khawatir kedinginan (kalau kalian jomblo).

Dua tenda sudah kami pasang, sekarang kami tinggal menunggu Bojeng dan Atun. Sempat mati gaya karena kami lupa untuk membeli gas Hi-Cook, jadi tidak bisa memasak kopi atau makanan. Tapi menunggu ternyata membuat energi kami habis dan kami harus makan, akhirnya gue buat perapian di dekat tenda. Soalnya kalau di dalam tenda nanti tendanya terbakar. Cerdas sekali gue waktu itu.

Tidak disangka ternyata Dziki dan Irma sudah sangat niat sekali kemping. Mereka bawa bakso, sosis, tusuk sate dan arang untuk barbekyuan disini. Setelah beberapa saat api ungun menyala dan berubah posisi beberapa kali akhirnya bakso dan sosis bakar kami hangus sedikit. Sehat lah sekali-kali makan karbon.

Camp

Barberkyu
Sebenernya ada sedikit kendala disini, ternyata arang yang Dziki bawa sulit sekali untuk menyala. Kata si Dziki "ini mah beton di cat item nih". Gue nyoba panasin air buat ngopi dengan cara bushcraft dari sore sampai malam ternyata airnya enggak panas-panas, yang ada malah abu api unggunnya yang masuk ke gelas aluminium gue. Tapi karena gue memang ingin ngopi banget, hangat-hangat kuku juga enggak apa-apalah.

Hari makin malam, di kegelapan malam muncul dua sosok mahluk dari kejauhan. Miss rempong dan Bojeng telah sampai di tempat kemping. Gue bahagia banget soalnya gue bisa langsung masak air buat ngopi. Atun dan Bojeng datang dengan membawa bungkusan nasi goreng dan mie goreng, kami langsung melahap semuanya.

Diam di dekat api unggun semakin malam ternyata semakin asik. Entah sudah seberapa banyak biji pinus, batang kayu dan serabut pinus yang kami habiskan waktu itu. Mungkin nanti pagi kami akan terkejut karena melihat sekeliling tenda kami sudah bersih. Dziki mengatakan "Kayaknya nanti kita bakal diundang lagi deh buat kemping disini, sekalian bersih-bersih bumi perkemahan". Sepertinya ini peluang yang bagus juga buat kami untuk mendapatkan fasilitas kemping gratis. Hidup gratis!.

Entah karena memang musim kemarau atau tidak, sepertinya salah satu kekurangan buper Suaka Elang ini adalah toiletnya yang tidak ada airnya. Jadi kami harus bersusah payah kembali ke pos pendaftaran untuk ke toilet. Belum lagi karena kelupaan membeli tissue basah, akhirnya muka kami tebal dan lengket sampai pagi hari.

Sinar pagi hari mulai menyapa, keindahan ranting-ranting pohon dan hijaunya cemara membuat perasaan senang makin menebal. Selain muka kami yang tebal karena enggak cuci muka. Bojeng sudah bangun terlebih dahulu dan sibuk menyalakan api unggun untuk mengusir kedinginan. Tanpa sadar orang-orang yang ada di bawa tempat kami kemping sudah terkapar karena kiriman asap dari tempat kami. Istirahat yang tenang ya tetangga kemping, kami akan teruskan perjuangan kalian.

Setelah selesai sarapan dan packing, kami turun ke bawah untuk melihat burung-burung elang di kandang display. Ke arah sebelah kanan dari jembatan gantung, sekitar 3 menit berjalanan kaki. Ada empat kandang disini, namun yang di isi burung elang hanya dua kandang. Kandangnya sendiri tampak tidak di urus.

Dua elang yang berada disana berbeda jenis. Satu elang berbulu hitam dan yang satunya lagi bulunya putih. Rasanya sedikit sedih saja melihat predator terkurung disana. Tapi kalau tidak dikurung malah elang-elang tadi akan diburu manusia. Serba salah memang seperti lagunya Raisa.

Sebenarnya ada satu spot menarik lainnya disini, yaitu air terjun Loji. Namun karena beberapa diantara kami harus menghadiri kondangan, maka untuk trip ke air terjun Loji kami cancel.

Selanjutnya kami pulang menuju rumah masing-masing. Tapi sebelum pulang makan siang dulu lah..

Comments

  1. Kalo naek motor enaknya lewat jalur mana ya? Kira-kira berapa jam ke tkp?
    Makasih

    ReplyDelete
  2. Kalo naek motor enaknya lewat jalur mana ya? Kira-kira berapa jam ke tkp?
    Makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. maaf baru balas, lewat jalur Cihideung mbak. Ikuti saja jalan yang menuju Cicurug nanti sebelum itu ada jalan ke kanan beserta papan petunjuknya (bukan yang resmi).

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri