RINJANI Part 3: Siksaan Bukit Penyesalan, Kedinginan dan Kelaparan

Akhirnya kita berjalan sama dengan kelompok dari Bekasi itu. Dan dari Pos 1 medan mulai berubah, dari sini medan mulai memasuki sela-sela tanah dan mulai menaiki bukit. Mereka yang menggunakan jasa porter sudah menghilang dan tidak kelihatan lagi. Hingga kita melalui jalan yang memutar melintasi punggungan-punggungan kecil.

Sejujurnya gw sedikit lupa dengan perjalanannya. Karena catper ini baru gw lanjutin lagi hari ini setelah tiga tahun lamanya gw males nulis catper karena bisa membuat gw kangen kesana lagi. Hehe :(

Kemudian kami tiba di suatu jembatan dengan Pos yang menjorok kedalam dekat lembah-lembah di dekat jembatan tadi. Kami beristirahat disini sembari melakukan shalat Ashar untuk di qada selama satu minggu. Tak lama kemudian hujan deras menyerbu kami.

Ishoma

Menunggu hujan membuat kami bosan, bosan membuat kami lapar. Akhirnya kami masak sambil menunggu hujan. Hujanpun sempat berhenti tapi kami memasak lagi. Setelah perut kami kenyang, kegiatan kami berikutnya hanya ketawa-ketiwi tidak jelas. Sampai akhirnya suatu sosok mengkilap datang dari kejauhan. Menyilaukan, membutakan mata hati. Ya dialah.. ah gw lupa.. sama satu lagi si a Ijal muncul dari belakang.

"Lha katanya mau lewat senaru a?" Kata.. kata siapa gitu lupa siapa yang nanyain.

"Heueuh, dikasih tau jalan yang salah euy.. taunya jadi ke Sembalun" kata si a Ijal.

Gw bingung. Teman-teman yang lain juga bingung. Mereka juga bingung. Tapi keren juga. Perjalanan kita dari basecamp yang 6 jam lebih, ternyata timnya a ijal bisa hanya 2 jam. Tapi blusukan. Iya blusukan di Rinjani, nanjak pula. Very high risk. Gw mah sih ogah.

Hujanpun reda. Tim gw dan tim Bekasi akhirnya pergi duluan meninggalkan tim a Ijal yang katanya mereka ingin istirahat dulu. Dari sini jalanan seringkali menanjak dengan bagian kanan kami langsung ke jurang. Takut tapi juga membuat kita bisa melihat pemandangan sampai bagian terluar pulau. Great!. :)

***

Hingga malam tiba, kami akhirnya sampai di sebuah Pos. Kebetulan di itinerary kami memang berencana untuk camp di Pos ..ah gw lupa.. Pos 3 kalau enggak salah.

Malam tiba dan super dingin. Gue sama Haqi satu tenda sementara Anjar, Cucu, Om Dodi dan Iqbal di tenda lafuma. Aduh yang paling enak si Anjar doang. Demmlah.. kejam banget hidup ini.
...
Pagi tiba. Gue terkaget dengan keberadaan dua tenda tunnel di samping tenda kami. Ternyata itu tendanya si a Ijal dan mister Bo (panggil "mister bo" aja lah ya daripada "si anu" kan maknanya aneh). Ternyata mereka nyampe malem, dan ikut nenda disana. Gue kira semua pendaki pasti bakal berpikir sama. Kebahagian naik gunung itu salah satunya adalah minum kopi dan menghisap sebatang rokok sambil ngeliat pemandangan yang begitu menakjubkan. Apalagi kalau sama pacar. Kampret emang si Anjar sama si Cucu ini!. Bikin luka aja.



Tak lama kemudian ee yang ditahan selama sehari ini mulai berontak. Gue, Anjar dan Bedu kemudian bergegas mencari semak sambil membawa botol buat mencari air buat masak. Tibalah kami di sungai yang kering. Gue giliran jaga botol. Sementara si Anjar langsung menuju semak-semak. Mungkin si Anjar sudah kecepirit duluan.

Setelah semuanya selesai mengeluarkan sampah dari perut kami kami langsung bergegas kembali ke camp dengan membawa air dari hasil kucuran tempat gue ee. Tapi yang paling menyebalkan adalah ketika gue ee, gue mencium bau menyengat. Taunya itu adalah ee si Anjar yang kedua. Iya si Anjar ee dua sesi dan dua-duanya gak dikubur atau ditumpuk batu. Ini sisi gelap pendakian yang paling gue enggak suka. Orang membuang kotoran mereka semaunya, bahkan yang lebih parah membuang kotoran ke aliran sungai yang diminum oleh pendaki. Itu yang paling parah dan orang yang melakukannya gak sebut mereka pendaki. Mau mereka foto di gunung everest sekalipun.

***

Akhirnya kita kembali ke camp. Bau makanan sudah begitu menyengat di hidung kami. "Lapaaaarrr!!!" Ekspresi kami seperti belum makan satu minggu. Gak ada moment yang begitu seru ketika sekumpulan pendaki makan bareng. Walaupun lauk seadanya itu enggak masalah.

Matahari mulai meninggi dan setelah makan kami langsung packing menuju sembalun lawang. Yaitu pos terakhir sebelum kami summit attack nanti. Pos dimana batas vegetasi dan jalanan mulai menanjak berkerikil.
Tak lama setelah kami meninggalkan camp. Kami menemukan pos lagi. Ternyata itu pos tiga yang asli. Iya asli soalnya ada hologramnya, dan air sangat berlimpah. Terus kenap tadi kita ngambil air dari genangan dan dari kucuran?. Seketika bete.

Break
Diperjalanan hari kedua ini cuaca masih tidak bersahabat. Awan mendung mulai berkumpul. Benar saja karna ketika kami melewati bukit penyesalan. Iya tujuh bukit yang sangat ngeselin. Cuaca seketika berubah. Hujan turun sangat deras. Team terbagi menjadi  dua. Gue, Haqi, Anjar, Cucu ada di depan berlindung pada sebuah shelter yang atapnya sudah gak ada karena ketiup angin. Kemudian kami memutuskan untuk berlindung sambil menunggu team yang ada di belakang dan segera memasang atap darurat dengan flysheet.
Suhu semakin menggigil dan biar enggak kedinginan kita memutuskan untuk memasak.

Setelah memasak kami mulai kedinginan lagi. Oleh karena itu kami memutuskan untuk memasak lagi. Kali ini bakso kusno menjadi andalan kami. Yeaaay...

Hujan tak kunjung reda dan kami mulai kedinginan lagi. Kali ini kami memutuskan ide gila. Yaitu kami akan membuka baju kami dan joged-joged sambil hujan-hujanan. Tapi gue gak setuju, itu aurat dan dosa. Astajim..

Akhirnya yasudahlah.. kami masak lagi. Naon we nu aya di pasak.

Setelah melakukan 20 kali memasak, akhirnya hujanpun reda dan kami bertemu dengan team yang tertinggal. Tak lama kemudian ada orang korea naik juga. Gue gak terlalu merhatiin pembicaraannya tapi yang jelas si cewek korea itu minta obat dateng bulan sementara kita kasih obat maag atau obat pusing gitu. Lagian mana pada ngarti, yang cewek si Cucu malah cicing wae.


Go..go..go..! Sembalun lawang. Hari mulai gelap dan ternyata sembalun lawang itu masih jauh. Dari puncak kita bebas dari bukit penyesalan ternyata kita harus jalan lagi menuju tempat camp. Soalnya kami juga gak mungkin camp di bukit tadi karena tempatnya terlalu terbuka dan kami gak mau tenda kami jadi kulkas. Jadi kemudian kami mencari tempat kebanyakan orang camp yang setidaknya ada pohon atau tempat berlindung dari angin.

Tapi ternyata semua tempat sudah penuh. Banyak porter yang yang sudah membooking tempat camp. Akhirnya gue pergi semakin jauh dan semakin jauh tapi tak kunjung mendapatkan tempat. Sementara team Bekasi dan team Bandung sudah mendapatkan tempat yang cukup karena ukuran tenda mereka yang gak begitu gede. Jadi gue akhirnya kembali dan mengambil pinggiran mengarah kaldera. Setidaknya kita gak akan kena angin. Walaupun sedikit miring.

Kemudian kami makan malam dan bergegas tidur untuk nanti malam summit attack.

***

Comments

Popular posts from this blog

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri