Perjalanan Ke Jepang Bagian 1: Dingin Gak Ketulungan Di Sapporo


Perjalanan yang menjadi kenyataan. Inilah yang gue pikirkan waktu menginjakan kaki gue di negeri Sakura di bulan November - Desember tahun 2017. Karena gue pribadi orangnya emang suka banget sama anime-animenya, JAV-nya ..eh keceplosan dan tentunya budayanya.

Diawali dengan twit dari teman gue yang bernama Hadiati yang juga biasa disapa Yani. "Chen ada tiket ke Jepang 4.4. grab it fast bro!", enggak lama setelah itu dia telpon kirim chat ke Whatsapp gue tentang rinciannya. Kemudian tanpa pikir panjang gue langsung booking pesawat. Entahlah apa yang ada di benak gue waktu itu. Gue langsung khilaf.

Semenjak saat itu kami yang terdiri dari gue, Yani, Zael, Via dan Mia sering bertemu untuk membahas itinerary. Sebenerya si Mia gak pernah datang sih, tapi sudah diwakili sama Yani karena mereka kakak dan adik.

Disaat hari keberangkatan seperti biasa gue selalu terkena Packing Syndrome, which is gue enggak bisa tidur sampai berangkat. Mungkin ada yang sering ngalamin juga sindrom kayak gue gini?. Walhasil selama di jalan gue kayak zombie. Kemudian gue tiduran di bandara sambil menunggu yang lainnya sampai.

Setelah semuanya ngumpul, kami kemudian check in. Belum berangkat kami sudah terkena kendala pertama, yaitu kesulitan nyari counter check in-nya. Jadi counter check in kami itu di counter nomor 100, tapi pas kami telusuri sampai nomor 99 ternyata enggak ada counter lagi. Usut punya usut ternyata counternya itu di sebelah kiri counter nomor 1. "Ya jangan di namanin counter nomor 100 lah! tapi nomor 0 atau -1! heuh!", by the way gue ngomongnya dalam hati sih.. hehe.

Menuju Pesawat
Check in pun selesai, kami langsung menuju imigrasi. Imigrasi pun lewat, yeah.. setelah perjuangan bikin visa yang melelahkan. Pesawat yang kami gunakan adalah pesawat Boeing, agak sempit daripada Airbus sih menurut gue. Formasi tempat duduk kami adalah 3-3-3, dibandingan kalau Airbus kan 2-4-2 tapi serasa lebih nyaman aja kalau Airbus. Tetap aja dua-duanya juga buat kasta rendah! cih!. Yah.. Kami mah apa atuh? makan aja pake mie yang digadoin, itu juga pake nasi biar kenyang.

Di dalam pesawat kami ..eh gue aja sih mengalami kendala yang kedua, kampretnya lagi kendala ini terus menerus selama gue di Jepang, fak!. Jadi masalahnya entah karena gue makan nasi goreng super pedes di malam sebelumnya atau emang karena maag gue kambuh. Itu bikin perut gue mules terus dan mencret terus. Seperti yang udah gue bilang tentang susunan tempat duduk tadi, gue duduk di bangku paling ujung deket jendela, Zael duduk di tengah dan yang di pinggir adalah bapak-bapak enggak tau siapa. Seketika gue mendadak pengen boker, karena tempat duduk gue diujung jadi gue susah keluar.

"Zel, sorry Zel.. gue mules nih"

"Iya Chen bentar dulu.." kayak cewek saja nih orang lama banget. Lipet meja lah.. copot headset lah..

"Buruan Zel!"

"Sabar Chen.. sabar.."

"Sabar nenek moyang lu kampret! ini tai udah diujung pantat gue! Masa gue kecepirit di pesawat!? mana lama lagi sampenya!" gue ngomong dalam hati sih..

Si Zael masih sibuk aja.

Setelah penantian, gue akhirnya bisa keluar dari jeratan bangku itu dan menandai toilet pesawat itu. HAHAHAHA.

***

Sampai di Narita Airport Hawa dingin mulai terasa. Karena di akhir November itu adalah musim peralihan dari Auntum ke Winter. Sebelumnya juga kami sudah menyiapkan Long John (John  yang panjang), pertama kali dengar kata itu gue langsung mikir "Apanya si John sih yang panjang?". Gue juga beli kupluk model eskimo, cumen sayangnya jaket winter itu di Indonesia mahal banget jadi gue pake double-double-an aja sama sweater.

Di Narita kami punya tiga tugas, yaitu nuker JR Pass, kirim koper ke hostel pake Yamato juga ngejar kereta ke Hakodate, Hokkaido. Semuanya itu dengan waktu yang mepet banget. Sebelumnya gue sudah pesimis karena gue pikir ketika kami ngambil koper dan check imigrasi itu pasti butuh waktu lama banget. Untungnya semua berjalan lancar, pengambilan koper cepat banget, imigrasipun lancar. Padahal gue takut banget kalau kena random check. Gue juga sempet baca kalau banyak yang di deportasi walaupun mereka udah nyiapin uang, booking hotel segala macam. Yah.. untungnya semua sempat.

Narita Express adalah kereta yang mengantar kami ke Stasiun Tokyo. Letaknya di lantai bawah. Sebenarnya banyak kereta yang menuju tokyo, tapi kereta Narita Express ini adalah kereta yang paling cepat diantara semuanya. Harga tiketnya juga lebih mahal, untung kami punya "Kartu Sakti" yaitu JR Pass. Bebas! (pake kacamata hitam sambil ngudud).
Mia lagi nyari alesan, ijin ke pacar mau ke Ciwidey padahal ke Jepang
Sampai di stasiun Tokyo gue kaget setengah mampus. Rame bener!. Jadi stasiun Tokyo ini terdiri dari beberapa lantai. dan tiap lantainya itu banyak banget orang yang arah jalannya berbeda-beda tapi enggak ada yang tabrakan sama sekali. Juga orang Jepang itu jalannya cepat-cepat banget, enggak kayak di Indonesia yang selow-selow, dikit-dikit nyebat, dikit-dikit ngopi. Di eskalator juga di bagi dua, sisi kiri buat yang diam, sisi kanan buat yang buru-buru.

Hal yang lumayan bikin repot di Jepang adalah tulisannya. Jarang sekali yang pakai tulisan dengan huruf Romawi. Di stasiun banyak papan pengumumannya, tapi buat tulisan Romawinya muncul itu lama banget. Untungnya waktu kesana kami beli simcard khusus buat internetan disana. Pas banget buat situasi macam tadi. Tinggal Google translate saja atau langsung liat jadwalnya di Google Maps atau Navi Time (aplikasi khusus transportasi di Jepang).

Akhirnya gue kesampaian juga naik Shinkansen. Shinkansen yang gue naiki adalah Shinkansen Tokyo - Hakodate (gue lupa nama keretanya). Katanya sih kereta ini melewati terowongan bawah laut yang menghubungkan pulau utama Jepang dan pulau Hokkaido. Tapi boro-boro bisa melihat, hitam semua karena dijalan pun hari sudah mulai gelap.

Buat makan di jalan, kami beli dulu bekal makanan (bento) di stasiun, harganya 800 - 1000 Yen atau 100.000 - 120.000 Rupiah. Untuk minuman (teh, soda dan kopi) sekitar 360 - 460 Yen atau 40.000 sampai 60.000 Rupiah. Kalau air putih sekitar 100 - 150 Yen atau 12.000 - 18000 Rupiah. Kaget gue waktu itu.

"Anjir.. Bangkrut kalau kayak gini caranya mah.." (emot kesel).

Namun enaknya di Jepang, vending machine-nya banyak banget, yah.. sebanyak luka di hati kamu aja.
Keretanya sepi

Bisa bobo-boboan

Boss mah tidurnya begini.
***

Tengah malam dengan wajah deg-degan kami mulai turun dari kereta di Stasiun  Shin-Hakodate. Dinginnya setengah mampus!. Pas di cek di handphone ternyata suhunya -4 Celcius. Pantesan dingin banget. Enggak lama kami langsung masuk ruangan di dalam stasiun. Disana hangat sekali kerasa, heater ada dimana-mana. Disini gue jarang kerasa mau bokernya, padahal lagi mencret. Membeku sepertinya.

Di Stasiun Shin-Hakodate
Di dalam stasiun gue ditanya sama Oji-san petugas stasiun.

"Are you alone?" Kata Oji-san.

"Kok dia tau kalau gue jomblo!?" Kata gue dalam hati sih.

"No, we're five, my friends is in the toilet right now".

"Beser you know beser?" Tadinya mau gue jawab begini, tapi dia pasti bingung.

"Oh.. Where are you going?" Si Oji-san nanya lagi.

"We going to Sapporo by Bus" Kata gue.

"Oh.. the bus Stop is just next to this station" Oji-san ngasih tau.

"Okey than you Oji-san" Kata gue menutup obrolan tengah malam itu.

Setelah semuanya dibuang (maksudnya kenangan ..eh maksudnya selesai dari toilet) kami langsung keluar sambil ngeliatin kartu sakti kami. Seolah kartu sakti itu berkata "Tuan muda mau lewat nih, kasih jalan!".

Kemudian kami melihat pemandangan yang indah banget, yaitu salju turun. Ya maklum lah ya.. pemuda asli kampung Cipinang Gading di Bogor ini seumur-umur belum pernah liat salju turun. Dulu pas masih kecil sih gue sering menganggap kalau es yang ada freezer kulkas itu salju, sambil di kerok-kerok biang esnya. Kadang juga nempelin lidah di esnya kalau sehabis ngejar layangan, sampai akhirnya lidah gue menempel di es. Begitulah kehidupan si pemuda kampung itu, menyedihkan dan lugu.

Semuanya langsung menari di tengah hujan salju itu. "Foto dong foto!". Kemudian ada yang teriak-teriak overexcited (itu gue sih sebenarnya). Tapi kesenangan ini cuma bertahan beberapa menit saja. Selanjutnya kami menggigil di tengah hujan salju itu. Muka mati rasa, hidung meler dan bibir kering. Sepertinya membutuhkan pelukan mantan yang hangat itu ..eh maaf keceplosan.

Si Boss difotonya datar banget
Enggak banyak yang bisa di lihat di Hakodate ini. Selain karena kami datangnya malam hari, juga karena rencana kami disini cuma transit untuk naik bus yang ke Sapporo.

Kami sempat keliling-keliling stasiun buat nyari bus stop nya, sampai si Zael terpeleset lumayan sakit (kelihatannya sih). Yang ternyata bus stop di tempat yang pertama kami tadi (akihat puyeng sama huruf kanji, hehe). Saat bus datang kami enggak bisa langsung naik karena ternyata kami memang harus booking via internet.

Selang beberapa menit bus yang lain datang. Kondektur bus pertama masih ada di halte bus untuk menemani sampai kami dapat bus selanjutnya. Orang Jepang rata-rata emang baik memang, kadang mereka tolongin sampai kami dapat solusinya. Walaupun kendala bahasa masih ada. Tapi kenapa mereka menjajah kita dahulu?.

Jadi kami akhirnya dapat bus ke Hakodate, lama perjalanannya sekitar 5 jam. Walaupun perjalanannya jauh tapi busnya nyaman banget. Kursinya satu baris terdiri dari tiga tempat duduk yang ketiganya terpisah. Jarak antara depan dan belakangnya juga cukup jauh jadi kami bisa retrack kursinya sampai kami dapat posisi yang paling nyaman buat tidur. Dibagian bawah juga terdapat penyangga kaki dan tempat untuk botol minuman. Lelap deh pokoknya kami selama di perjalanan. Untuk harga tiketnya sendiri sebesar 4200 Yen, sekitar 500.000an rupiah. Sedih kan kalau di rupiahin? gue sih sedih.

***

Hari mulai terang, kami sampai di kota tujuan kami. Sebenarnya di Sapporo ini banyak banget tempat yang menarik buat dikunjungi. Cuma waktu kami enggak banyak jadi kami mengunjungi beberapa spot saja. Tapi satu tempat favorit kami waktu itu adalah Seven Eleven, yihaaa!. Jadi walaupun pas kami sampai Sapporo ini salju sudah mencair. Agak kecewa sih memang, tapi dinginnya tetap bikin stress. Karena waktu itu kami kelaparan dan belum sarapan maka kami mencari tempat sarapan. Toko-toko masih belum pada buka, dan yang satu-satunya buka 24 jam cuma Seven Eleven (Sevel).

"Sevel.. long time no see..".

Di Indonesia waralaba ini sudah bangkrut, padahal sekitar tiga tahun yang lalu masih jadi rajanya waralaba di Indonesia. Semua karena parno tentang agama, ya padahal kalaupun enggak dijual di Sevel pun minuman keras banyak beredar kok di tempat lain. Yang gue sayangkan sih gue jadi kehilangan kopinya, enggak tahu kenapa kopi di Sevel itu enak banget beda sama yang di jual di tempat lain yang asam banget menurut gue.

Masuk sevel hangat banget, yang tadinya menggigil jadi enggak. Gue langsung ke bagian onigiri sama kopi. Sementara yang cewek-cewek pada sibuk milihin koyo. Sampai gue sama Zael keluar pun mereka masih di dalam, yang bikin kesel belinya ya koyo yang tadi itu. Entahlah cewek emang rumit.

Yang kami kunjungi pertama kali adalah Clock Tower, bangunan lama dengan jam yang gede di menaranya. Jaraknya enggak terlalu jauh dari stasiun Sapporo, cumen dinginnya yang enggak nahan. Di tengah jalan kami menemukan toko Sevel lagi dan sesuai prediksi semuanya masuk ke dalam toko Sevel lagi, dengan alasan pengen beli sarung tangan dll. Ah bilang aja sekalian ngangetin badan. Haha. Ohiya, sebenarnya kami bisa masuk ke dalam Clock Tower ini. Kayaknya sih berfungsi juga sebagai museum, cumen karena waktu itu kami terlalu pagi jadinya kami enggak bisa masuk karena masih tutup.

Clock Tower Sapporo
Kemudian kami menyusuri jalan lagi untuk ke tujuan yang kedua yaitu Nijo Market. Nijo Market ini kayak pasar ikan gitu, semua makanan laut ada. Yang paling jadi ikonnya adalah kepiting laut, yang super gede. Punyanya kamu aja kalah (...eh maksudnya apa ini?). Harganya lumayan, lumayan bikin seret.

Uniknya disini kita bisa beli kemudian bisa langsung dimasak di tempat. Jadi kalau belum makan bisa makan disini.

Kepiting jumbo!

Pedagang yang kesel karena liat doang tapi enggak beli

Foto doang, enggak beli

***
Kamipun melanjutkan untuk menuju destinasi berikutnya, yaitu Shiroi Koibito Park yang merupakan pabrik cokelat yang terkenal di Sapporo. Kami menuju tempat itu dengan menggunakan kereta. Gue lupa nama stasiunnya tapi bisa dicari di Google Maps. Don't rich people dificult guys! jangan kayak orang susah!.

Selamat datang Onii-san
Mbak-mbak SPG
Bangunan pabrik cokelat ini sekilas mirip di film Harry Potter. Seperti bangunan di Inggris jaman dahulu. Di depannya ada taman yang terdapat wahana kecil-kecilan. Tiket masuk ke dalam pabrik cokelat ini kalau enggak salah sekitar 600 Yen. Di dalamnya kita bisa melihat sejarah pabrik cokelat ini juga proses pembuatannya. Yang dari jaman dahulu banget sampai jaman modern.

Di awal kami disambut dengan air mancur. Gue enggak tau maksudnya atau apa yang spesial dari air mancur ini? tapi kami ngikutin aja. Kemudian ada cewek Jepang yang dengan senang hati fotoin kami. Pas lama-kelamaan ternyata foto yang tadi itu kalau mau dicetak harus ditebus. "Yaelah air mancur apaan juga enggak ngerti, gak usah lah" semuanya kompak berpikiran sama, antara kompak sama ngirit sih.

Yang keren di pabrik ini adalah kita bisa makan di restorannya. Restorannya sendiri ada di lantai paling atas. Selain pemandangannya yang keren banget, yaitu pegunungan di Sapporo, kita juga bisa memesan makanan atau minuman cokelat yang asli buatan sana. Harganya enggak terlalu mahal, bisa dibayar pake recehan kok. Seperti yang dilakukan oleh temen gue, yang sepertinya bikin ketawa segaligus jengkel si kasir. Mungkin dia bilang begini.

"Yang bener aja mas, mbak..!? capek gue ngitungnya! dasar sia baka yarou!"

Romantis nih.. coba kalau sama pacar
Setelah dari pabrik cokelat kami pergi ke Kuil Hokkaido Jingu, katanya sih kuil ini merupakan cikal bakal berdirinya Sapporo. Menurut internet sih begitu. Karena sedikit nyasar dan kehilangan arah, ya.. persis saat ditinggalin kamu lah. Kami sampai di kuil itu sudah gelap dan sepi. Karena takut mengganggu penjaga kuil yang mungkin lagi ngaso pake sarung sambil nyeruput kopi dan menyantap pisang goreng sama bapak-bapak komplek yang lagi ngebahas Ariel Tatum, jadinya kami cuma foto-foto di depannya saja. At least biar enggak dikatain hoax karena kami sudah terlanjur check in tempat di sosmed.

Foto di depan kuil biar enggak dibilang hoax
Akhirnya kami beranjak untuk kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke Tokyo dengan menggunakan pesawat. Biar dapet pengalaman yang beda. Padahal mah badan sudah enggak kuat lagi, atuh lama banget kalau lewat darat lagi mah. Encok nih om..

Ohiya di Sapporo ini kita juga bisa pake kartu sakti kita buat naik bus. Tapi yang bus JR.

***

Ini rangkuman video kami selama disana.



Comments

  1. Wah sepertinya menyenangkan sekali jalan2 di Sapporo, fix ke Hokkaido Jingu sama pasar Nijo (liat-liat ikan). Selain Hokkaido Jingu, apakah ada kuil-kuil jepang lainnya di Sapporo?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri