Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Prau 5-7 Mei 2017



Gunung Prau ini sangat terkenal, selain dijadikan gambar pada label minuman "Aqua" juga karena gunung ini terletak di Dieng yang terkenal dengan Festival Dieng Culture-nya. Ini berdampak pada jumlah pendaki yang semakin hari semakin banyak. Namun seperti sebuah peringatan yang diberikan oleh alam, kabar duka kembali membuat gunung ini ditutup untuk sementara dikarenakan proses evakuasi dan evaluasi.

Pada tanggal 5 Mei 2017 gunung ini kembali dibuka dengan aturan jam naik dan turun untuk menghindari cuaca buruk dan petir yang berbahaya karena kita ada di ketinggian.

Sebelumnya gue sempet pusing mikirin destinasi cadangan. Ke tempat A kejauhan, ke tempat B banjir dan sebagainya. Hingga gue kembali ke rencana semula ke Gunung Prau.

***

Gue naek Bus Sinar Jaya dari Serang, Banten harga sekitar 140rb dengan waktu keberangkatan jam 2 siang. Bus ini langsung menuju Wonosobo sehingga kita bisa istirahat tanpa harus khawatir kelewat tempat turun. Dipikiran gue ini adalah bus super nyaman, bangku lega dengan bantal. Tapi nyatanya bus jaman sekarang udah jarang yang pakai bantai, ada tissu ataupun toilet di belakang. Busnya adalah bus lama dengan bangku sedikit lagi menuju reot dan AC pun kurang kerasa dingin seperti cuma angin doang.

Karena kalah saing dengan kereta, bus akhirnya memangkas fasilitas agar bisa lebih murah. Tapi sayang banget penumpang yang jadi korban.

Niat gue buat tidur malah enggak bisa. Parah banget.. ya baru bisa tidur setelah tengah malam menjelang sampai Wonosobo.

Saran gue sih mending naek kereta sampai Purwokerto, kemudian disambung bus kecil ke Wonosobo. Itu lebih menyenangkan menurut gue. Tapi karena sekarang ini jamannya booking online, bahkan tiket 2 bulan berikutnya pun sudah habis. Jadi musti di booking dari jauh-jauh hari.

***

Sampai di Terminal Wonosobo, gue dan Ana beristirahat di toko deket toilet sambil ngopi nungguin temen gue yang satu lagi Iqbal dateng. Karena Iqbal berangkatnya dari Jakarta jadi waktunya sedikit berbeda.

Kemudian Iqbal sampai di Terminal Wonosobo, kemudian kita mesen mie karena perjalanan lumayan nguras waktu, yaitu sekitar 13 jam dari Serang. Gue ngerasa udah kayak kambing yang hidup di kandang. Tidur, bangun kemudian makan, terus kembali masuk bus lagi, tidur lagi.. dan terus aja kayak gitu sampai nyampe Wonosobo.

Setelah habis beberapa gorengan, tanpa cabe rawit karena cabe disini rasanya seperti tawar. Gue juga bingung. Kita kemudian naik bus kecil menuju Dieng, ongkosnya sebesar 20rb per orang. Tas-Tas keril kami ditaruh di atas bus, sepertinya sudah biasa. Untung bukan hati kami yang ditaruh diatas bus.. coba kalau iya? kan nanti sudah jatuh, patah pula. Eaaaa..

Perjalanan ke Dieng sekitar 1 jam dari terminal Wonosobo. Bus kami sempat istirahat di pinggir jalan setelah beberapa kali melewati tanjakan. Mungkin karena mesinnya kepanasan. Ya supirnya bilang gitu sih.. dia enggak bilang gara-gara badan gue dan iqbal yang overweight. (emot bersyukur).

***

Sampai di Dieng ternyata jalanan macet total. Ada banyak acara yang terjadi hari itu, diantaranya adalah; jambore motor CB100 seluruh indonesia juga ada pawai untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Banyak banget penduduk yang keluar dan diam di pinggir jalan, ya kita sih seneng.. langsung melambaikan tangan, apalagi kalau ada cewek cakep. Kemudian gue ngambil sisir!.

Kita di turunkan di sebuah warung makan yang cukup nyaman. Tempatnya lesehan dengan karpet, bahkan di sediakan bantal untuk tidur. Karena waktu pendakian adalah jam 3 sore, sementara kita baru datang sekitar jam 11 siang.

Istirahat dulu
Sembari menunggu jam 3 sore, kami mencoba untuk belanja logistik yang kurang. Kebetulan disana ada Indomaret, yang unik dari Indomaret ini adalah karyawannya pake jaket dan ini pertama kalinya gue masuk Indomaret tapi suhu di dalem itu lebih hangat daripada di luar. Saking dinginnya di Dieng.

Pulang dari Indomaret kami melewati sebuah gudang kentang, kemudian kita muncul pikiran buat masak kentang nanti pas ngecamp. "Kayaknya enak nih makan kentang..". Kemudian kita nyoba buat beli, tapi malah dikasih dua kentang ukuran super jumbo! ada kali 3 kg mah.. di sisi lain asik dapet kentang gratisan, disisi lain berat juga bawaan gue.. (emot kesel).

Kami mulai packing, karena sebentar lagi jam 3 sore dan kami akan memulai pendakian. Tapi enggak lama setelah beres packing, hujan lebat mengguyur.. begitu seterusnya setiap kami mau berangkat. Hingga akhirnya gue dan Iqbal kembali memesan kopi sambil menunggu hujan reda.

Sewaktu hujan sedikit reda, kami langsung memanfaatkan momen ini yang kemudian begegas menuju basecamp pendakian Patak Banteng. Kita jalan sedikit ke bawah dari warung tempat kita istirahat tadi, melewati Indomaret hingga sampai di sebuah gapura, kemudian kita masuk ke jalan yang ada gapuranya tadi. Basecamp Patak Banteng enggak jauh dari gapura itu.

Di bagian registrasi kami dipungut 10rb per orang untuk tiket pendakian. Serta dijelaskan keadaan diatas seperti apa enggak lupa dengan aturan-aturannya. Kami dihimbau untuk turun menggunakan jalur Patak Banteng kembali, karena faktor keselamatan.

Setelah registrasi selesai kami kemudian memulai pendakian.

***

Trek pertama pendakian melewati pemukiman warga, kemudian melewati tangga yang lumayan panjang hingga batas perkebunan warga. Kemudian dari sana kita melalui jalan setapak yang relatif pendek, kemudian jalan batu besar memutar ke arah kanan dengan kemiringan sekitar 30 derajat. Beberapa menit kemudian gue olab (engap), yah karena faktor kurang istirahat mungkin (alesan), atau bebannya terlalu berat (alesan lagi, padahal udah tua aja). Beberapa menit dari tempat gue istirahat, akhirnya kami sampai di Pos 1 Sikut Dewo. Yang merupakan jalan belokan tajam apabila kita ingin ke puncak Gunung Prau. Jalan belokan tajam ini menuju jalan setapak lagi yang sudah dibuatkan penopang-penopang dari bambu sehingga menjadi tangga. Lumayan mengurangi langkah tergelincir.

Enggak jauh dari situ ada sebuah warung yang buka. Kami, terutama gue enggak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini, warung itu udah buka demi kita, kita harus bisa menghargainya. Kemudian satu buah pisang gue makan dengan nikmatnya. Si Iqbal yang sebelumnya protes sambil bilang..

"Baru tadi disonoh kita istirahat, ini istirahat lagi!"

Tapi Iqbal-pun kemudian memakan pisang, sementara Ana memakan semangka. Nice..

Kami melanjutkan perjalanan ke Pos 2 kalau enggak salah namanya Canggal Walangan. perjalanan sebentar kurang lebih 1 jam. Di Sepanjang perjalanan kita banyak menjumpai warung, ada yang masih tutup dan ada yang masih buka. Enggak kebayang deh kalau buka semuanya. Pasti lama-lama kami ngecamp di warung aja, hehe.

Dari Pos 2 ini jalan mulai menanjak cukup terjal. Begitu pula dari Pos 3 Cacingan (gue jadi curiga sama yang namain ini Pos) jalan semakin terjal berbatu, namun enggak lama. Sampai di Pos 4 Plawangan jalan mulai melandai. Di Pos 4 ini terdapat sebuah shelter untuk Ranger Patak Banteng. Sementara di depannya terdapat tempat camp favorit karena kita bisa melihat sunrise dan gunung-gunung secara bersamaan. Waktu pada hari itu sekita pukul 7 malam, akhirnya kami camp di bukit yang paling sepi yang cuma ada dua tenda saja. Ya biar lebih menghayati. "Hayati lelah bang.." semacam itulah..

Pos 2 Canggal Walangan
***

Padahal malam hari rencananya mau curhat, tapi karena capek banget. Akhinya kami semuanya tertidur pulas, hingga sampai tengah malam suara mulai gaduh dan udara semakin dingin.

Gue sedikit kaget pas gue keluar ternyata udah kayak kavling atau pemukiman padat penduduk. Banyak tenda di sekitar tenda kami. Belum lagi cowok-cowok yang ngediriin tenda di belakang tenda kami curhat ampe mau subuh, kayaknya mereka menyukai cewek yang sama deh, kejam memang.

Hal konyol lainnya adalah ketika gue mau masuk tenda lagi, gue langsung syok.. "Lha kok begini??" ternyata gue salah tenda. Kemudian dari sebelah Ana nyaut "Bang! lu salah tenda ya!? soalnya tadi juga ada yang salah masuk kesini..". Ya.. tenda sejuta umat.

Udara dingin mulai mengusik, bahkan si Ana memakai kaos kaki double karena saking dinginnya. Tapi disinilah ternyata lemak gue sangat berguna.

***

Enggak lama pagi menjelang. Gue bangun paling terakhir sementara Ana dan Iqbal ternyata udah foto-foto dan masak-masak. Wah.. ini nih gambar pemandangan yang ada di botol aqua, Keren banget, cuma sayang kami enggak ada yang bawa kamera yang mumpuni.

Fotografer

Masak, walupun nasinya gagal

View pagi hari

Geng celana gombrang

Masak
Seketika waktu itu banyak orang-orang yang mulai keluar dan mengabadikan foto mereka. Matahari terbit di spot ini sangat indah, belum lagi dengan pemandangan puncak-puncak gunung yang berada diatas awan.

***

Matahari sudah terasa semakin terik, waktunya kami beranjak pergi. Walaupun sebelumnya sempat galau mau turun lewat jalur mana? akhirnya kita putusin buat turun lewat jalur Dieng. "Ah bodo.. marahin-marahin saja deh entar pas turun". Karena memang rugi banget kalau turun lagi lewat jalur Patak Banteng, enggak kebagian pemandangan yang lain dan yang penting Puncak Gunung Prau-nya.

Jalan menanjak ke arah ke arah utara, kami memasuki sebuah tempat berbukit-bukit mirip dengan bukit Teletubies, hanya saja rumputnya gede-gede, jadi kalau guling-gulingan disana yang ada elu bentol-bentol atau baret-baret seluruh badan.

Jalurnya relatif datar, tapi kalau kita enggak mau lewat ke puncak bukit. Disampingnya ada jalan datar yang sedikit mengelilingi bukit biar enggak ngelewatin jalan yang menanjak. Disisi sebelah kiri kita bisa melihat Dieng juga kawahnya, sementara disisi kanan masih ada bukit lagi. Kalau suasana berkabut malah jadi enak jalan di tempat ini.

Di salah satu bukit
Di tengah jalan kita nemuin tulisan yang di print di kertas putih. Trend posting tulisan di tempat wisata memang masih ngetrend. Ada satu kertas yang tulisannya fenomenal, ya sudah kemudian gue foto. Hehe..

Padahal tulisan dapet nemu

Eh pas waktu kita sampai puncak Gunung Prau, kita ketemu pendaki yang kehilangan kertas tertulisnya, rupanya yang kita temuin sebelumnya adalah punya mereka. Padahal sudah gue sebut alay.. "Kita tadi nemuin kertas tulisan alay". Untung si pendaki kagak marah.

Berjalan dari Sunrise Point Gunung Prau sampai Puncak Dieng ini kira-kira membutuhkan waktu 30 menit sampai 45 menit. Beberapa menit sebelum puncak ada sebuah tempat yang lumayan asyik buat dijadiin tempat kemping. Gue lupa namanya, tapi yang jelas tempat itu ada beberapa pohon cemara yang bikin sejuk kalau di siang hari.

Keadaan di Puncak Gunung Prau waktu kami kesana sudah berkabut, jadi enggak bisa ngeliat pemandangan sekitar. Di puncak ada sebuah patok triangulasi kecil yang bertuliskan "Puncak Gunung Prau". Memang kurang heboh kalau dibandingin sama puncak gunung yang lain.

Ana

Gue

Iqbal

***

Perjalanan kami lanjutkan. Beberapa menit dari puncak, kami tiba di POS 3 namanya "Nganjir". Ini sih kata-kata yang suka di ucapin sama orang Sunda.

Pose bibir seksi
Dari POS 3 Nganjir itu ada dua buah jalan, yang satu belok menurun, yang satu lagi lurus menanjak. Gue liat di GPS dua-duanya jalur yang bener. Cumen kalau yang lurus menanjak itu nantinya kita akan melawati pemancar. Karena kita penasaran akhirnya kita mengambil jalur lurus menanjak. Akan tetapi!!!.. ternyata ini adalah jalur yang sudah di tutup atau pendaki dilarang melewati jalur ini. Kelihatan dari jalurnya yang sudah mulai menutup karena jarang dilalui juga suasananya yang menurut gue lebih serem daripada di tempat yang lain.

Iqbal sama Ana keliatan sedikit panik, ya gue juga sih.. hehe. Tapi untungnya di GPS kelihatan kalau jalur yang kami lewatin itu nantinya bakal nyambung lagi sama jalur pendakian. Jadi ya sedikit tenang, tapi tetap itu pemancar serem banget.

Enggak lama kita nyambung lagi ke jalur pendakian, di persimpangan kita ketemu pendaki lain yang kayaknya sedikit kaget karena kita lewat jalur yang beda. Kami juga kaget sebetulnya, takut dilaporin doang. Hehe. Jarak antara Pos cukup dekat, sekitar satu jam. POS 2 Semendung dan POS 1 gue lupa namanya.

Bedanya di Jalur Dieng ini adalah enggak ada warung sama sekali di sepanjang jalannya. Relatif landai, banyak trek akarnya namun kondisinya kering. Sekitar beberapa jam kita terus berjalan walau cuaca hujan, ya kepalang kotor. Akhirnya kita sampai di pintu rimba Jalur Dieng. Enggak jauh dari situ, setelah ngelewatin ladang kita sampai di basecamp Gunung Prau Jalur Dieng.

Pintu rimba jalur Dieng
Basecampnya cukup nyentrik menurut gue. Ada gerbang yang unik, tulisan gede "Gunung Prau", di dalam basecampnya juga cukup lengkap. Ada soket listrik, kamar mandi dan mushola. Better daripada basecamp Gunung Prau Jalur Patak Banteng.

Setelah bebersih dan makan, kami kemudian kembali ke terminal Wonosobo untuk pulang.

***

Menurut gue Gunung Prau ini pemandangannya keren banget. Treknya juga enggak terlalu susah. Tapi tetap kita harus mengerti bahayanya. Safe hiking bro..

Kredit for Ian..




Comments

  1. Waah emang indah banget tuh gunung prau.. coba kapan2 main ke http://www.cikasur.com/

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri