Catatan Perjalanan ke Tegal Panjang: Sisi Lain Gunung Papandayan 12-13 Maret 2016



Desa Cibatarua

"Teeeeet" suara pencukur rambut. Sengaja gue mencukur rambut gue yang udah mulai gondrong ini soalnya di setiap treking ke hutan, pasti keringet gue bercucuran. Juga karena kalau di hutan itu kemungkinan buat mandi sangat kecil banget. Jadi keringet yang nempel di rambut gondrong ditambah dengan enggak mandi, bisa bikin rambut gue gimbal enggak karuan. Gue enggak mau lagi kayak gitu. Enggak ganteng (emang?).

Dini hari kami semuanya sampe di gerbang PT. Perkebunan Nusantara VIII di daerah Pangalengan, Kab. Bandung. Mobil terus tancap gas ngikutin arah GPS yang sesekali sinyalnya hilang ketiup angin. Seperti bayangan dirinya.. oh..

Seketika perasaan gue enggak enak, karena pelan-pelan kondisi jalan makin kerasa kasar. Maklum karena mobil gue adalah sedan. Ini yang gue lakuin udah menyalahin takdir sebuah sedan, yang harusnya di kota, gue paksa masuk ke pelosok desa. Yang lebih parah lagi, ini bukan sekedar desa. Desa ini terpencil banget dibawah kaki Gunung Papandayan. Jalannya juga ektrim banget, gue pikir cuma mobil Jeep yang pantas ngelewatin jalan ini. Ini mah udah kayak bawa Putri kerajaan buat belanja di pasar Puring, nyari sepatu KW satu.

"Jedak-Jeduk" suara dari bawah mobil gue. Bahkan bumpernya pun udah penuh sama baret. Hati kayak ter-iris pelan-pelan. Sambil dalem hati, gue berpura-pura ngelanjutin hidup gue yang kejam di jalanan ke Desa Cibatarua.

Sedan nyasar

Mantap

Trek mobil offroad
Iya, ini merupakan salah satu desa yang paling deket sama Gunung Papandayan. Lumayan susah buat nemuinnya di peta. Buat nyampe ke desa ini, cuma ada satu angkutan umum. Yaitu bus 3/4 yang cuma beroprasi satu balik setiap harinya. Yaitu pagi hari dari desa ke pasar Pangalengan sama sore hari arah sebaliknya. Itu juga berdasarkan informasi yang gue terima dari penduduk sekitar.

Sampai di desa Cibatarua, kita keliatan kayak artis dangdut yang mau ngadain konser. Semua mata ngeliatin, gue-pun jadi sedikit ke-ge-er-an. Gue langsung senyum-senyum sendiri. Dan akhirnya kita parkir disamping mushola terus registrasi ke rumahnya pak RT.

Di desa Cibatarua ini walaupun di kaki gunung, tapi pemukimannya cukup padat. Kita kudu ngelewatin gang-gang sempit buat ke rumah pak RT tadi. Disini juga enggak semua rumah punya kamar mandi sendiri, MCK-pun kurang terjaga (gak ada Satpamnya). Jadi buat elu-elu yang berharap bisa boker disini, jangan harap ya. Juga disini di mesjidnya pun enggak ada air. Tahan-tahan deh tuh boker sampe nyampe hutan nanti.

Selesai packing kita terus ngelanjutin perjalanan. Pertama kali yang dituju adalah Desa Papandayan, konon katanya dahulu Desa Papandayan ini masih satu sama Desa Cibatarua tapi karena sesuatu hal, kemudian Desa Papandayan ini memerdekakan diri. Gue nebak sih ini kayaknya gara-gara masalah beda prinsip. Yang satu suka makan Beng-beng dingin, yang satu suka makan Beng-beng sama bungkus-bungkusnya. Ironis..

Kami berjalan bak seperti artis biduan desa, dikerubutin anak-anak SD yang sesekali maksa pengen difoto. Duh.. jadi inget jaman gue masih SD.

Jadi artis
Jalan menuju Desa Papandayan ini sungguh ekstrim, gue pikir mobil serba bisa (angkot) juga enggak bakalan bisa ngelewatin medan ini. Kalau Jeep mungkin bisa. Tapi sesampainya kami di Desa Papanddayan ternyata ada beberapa mobil dan motor yang terparkir, terlihat juga beberapa pendaki sedang mem-packing barang bawaannya. Dan disana juga ada pos registrasi lagi untuk para pendaki.

Rupanya buat beberapa orang yang udah pernah kesini, memilih Desa Papandayan sebagai pos terakhir mereka karena lebih deket sama trek ke Tegal Panjang daripada Desa Cibatarua. Namun jalan yang mereka laluin harus sedikit muter-muter dulu.

***

Boker Di Tengah-Tengah Ladang

Sebenernya sebelum jalan ke Tegal Panjang ini kondisi badan gue lagi enggak enak banget. Di Jalan gue sempet dikerok sama si Iqbal, pas nyampe pun gue beberapa kali numpang boker, walaupun seperti gue bilang sebelumnya.. kamar mandi disini susah. Bahkan gue kudu minjem ember dulu ke penduduk sekitar.

Gue masih kuat jalan, tapi sepanjang perjalanan perut gue terus-terusan bunyi. Makanan yang gue makan kayak numpang lewat doang. Akhirnya gue baru nyadar.. "Gue kena diare kali ya?.." kata gue dengan muka gue yang pucet.

Di suatu titik gue udah enggak tahan lagi, bahkan temen gue yang jaraknya tiga meter dari gue-pun ngedenger suara perut gue. Akhirnya gue putusin "Gue harus ngasih pupuk ke tanaman di ladang ini!".

Lucunya pas di jalan menuju sungai buat ngambil air buat cebok gue nanti, ada ibu-ibu petani nanya ke gue.

"Mau kemana dek?" Kata ibu petani.

"Mau ke sungai bu.." Jawab gue. Tapi si ibu langsung ngeliat botol Aqua gue. Perasaan gue langsung enggak enak.

"Jangan ngambil di sungai itu dek, airnya kotor"

"Enggak apa-apa bu.."

"Nih.. air mah kita punya nih.."

"Enggak apa-apa bu, makasih.." Sambil nahan boker.

Kemudian ibu petani yang lain dateng, nanyain ada masalah apa.

"Ada apa?" Ibu petani yang kedua..

"Ini nih, mau ngambil air katanya, kan kotor di sungai itu mah.."

"Heeeee" ..gue cuma bisa ketawa.

Bingung gue gimana ngejelasinnya?. Masa gue harus bilang "Enggak apa-apa, airnya buat cebok doang.. soalnya gue mau boker di ladang eluuuuuu!" Kan gak mungkin juga. Akhirnya gue senyum-senyum doang sambil jalan cepet ninggalin ibu-ibu petani yang kayaknya udah mulai berkumpul cuma buat ngomongin air cebokan gue.

Setelah beban terlepas, kemudian gue balik lagi ke tempat temen-temen gue nunggu sambil lari buat ngelewatin ibu-ibu petani yang tadi.

Satu jam berjalan, sampailah kita di punggungan bukit yang deket sama pintu rimba. kita putusin buat makan siang dulu disana.

Menuju pintu rimba

***

Labuan Cermin Mini

Sekitar dua jam dari tempat kami makan siang, kita sampai di sebuah danau mini. Bukan danau juga sih lebih tepatnya. Ini semacam sungai yang di buat bendungan kecil. Tapi karena airnya begitu bening kehijau-hijauan, jadi kita semua nyebut bendungan itu Labuan Cermin Mini. Kenapa ada kata "mini"nya? karena yang mengandung kata "mini" itu selalu bikin penasaran. Hehehehe.. (tersenyum licik).

Medannya relatif landai, yang kemudian sedikit menanjak di dua jam terakhir sebelum Tegal Panjang. Kita juga ngelewatin beberapa sungai, jadi jangan takut kehausan. Cuma harus berhati-hati, karena ini wilayah konservasi, jadi masih banyak binatang liar yang berbahaya kayak macan atau babi hutan.
Rintangan pohon tumbang

Waktu pendakian buat sampai ke Tegal Panjang ini sekitar enam jam perjalanan. Perlu di ingat kalau kita semuanya pendaki santai, dan gue waktu itu lagi diare. Jadi mungkin buat yang udah profesional pasti bisa lebih cepet lagi waktunya.

***

Diseruduk Babi


Sampai di tegal panjang
Gerimis membuat perjalanan kali ini sedikit lebih capek. Karena beban bikin lebih berat akibat baju sama peralatan menyerap air hujan. Enggak lama setelah sampai di Tegal Panjang kemudian kami mendirikan tenda sedikit deket ke hutan, supaya mengurangi efek angin yang dari lembah di malam harinya.

Kami mendirikan dua tenda karena kami cuma mempunyai tenda UL saja (faktor umur, sudah enggak kuat lagi manggul yang berat-berat). Gue, Iqbal dan Debbie di tenda kesatu kemudian Irgi dan Vani di tenda yang kedua. Setelah tenda berdiri kami kemudian masuk, makan malam dan tidur. Tepat menjelang tengah malam dengan hujan gerimis yang enggak kunjung berhenti gue mendengar teriakan dari tenda sebelah.

"Tong! tenda gue diseruduk babi!"

Seketika gue bangun dan langsung bersiaga. kemudian keluar buat ngeliat keadaan. Ternyata cuma patok tendanya aja yang kecabut berikut sampah makanan yang hilang dibawa si babi. Kasian banget itu babinya.. pas pulang ke rumah bawa keresek sampah, kemudian anak dan istri babinya ngomong..

"Ini mah plastik doang pak!"

Kemudian bapaknya di suruh balik lagi. Pasti gitu.. bapaknya lembur lagi. Kasian.

Karena efek nyupir semaleman gue bilang ke Irgi kalau gue mau tidur lagi, kemudian si Irgi ngomong

"Ih elu mah temenin kek.. takut balik lagi babinya..".

Kemudian gue bilang.

"Waduh.. gue ngantuk banget gi.. lagian lemes gue boker-boker mulu dari pagi".

Enggak lama kemudian si Irgi dan Vani memutuskan buat pindah lokasi ke lokasi tenda yang lebih ramai. Tapi disitulah letak kesalahan fatalnya.

Seperti cerita gue tadi, kemungkinan si bapak babi bakal disuruh balik lagi nyari makanan sama anak dan istrinya. Karena tadi di tenda kami cuma dapat sampah doang, akhirnya dia pergi ke lokasi yang lebih ramai. Yang sekarang menjadi tempat si Irgi dan Vani ngecamp. Kemudian terdengar lagi suara.

"Tong! tenda gue robek!"..

"What the.." kemudian gue langsung ngecek.

Ternyata bener tendanya robek lumayan gede, untungnya cuma dibagian pelatarannya doang, jadi bisa ditutup pakai tas keril.

Akhir cerita di malam itu gue kembali ke tenda gue, walaupun sebelumnya si Irgi udah memperingatkan gue. Gue pikir..

"Ah bodo amat lah, seruduk, seruduk deh.. yang penting gue bisa molor..". Kemudian gue terlelap.


***

Pemandangan Super di Pagi Hari

Gue terbangun dengan teriakan-teriakan temen-temen gue di luar tenda. "Tong bangun tong! bagus!". Kemudian gue melihat kabut dibawah lembah yang seakan menempel dengan rerumputan yang menghampar luas di bawah sana. Matahari kemudian muncul perlahan, membuat warna kontras yang cukup tajam. Gue nikmatin itu semua dengan secangkir kopi dan sebatang rokok. Oh indahnya kala itu.

Hammockan dulu
Di bawah kita bisa menemukan sungai kecil untuk persediaan air. Disana juga terdapat jalan setapak yang sejauh mata memandang, yang katanya bisa menghubungkan sampai Gunung Papandayan.

Gue enggak bisa lewat ke jalur itu, walaupun gue liat beberapa pendaki ada yang lewat jalur itu. Karena mobil gue ada di Desa Cibatarua. Otomatis gue harus balik lagi melewati jalur yang sama.

Enggak lama setelah sarapan, yaitu sekitar jam 10 pagi (siang banget anjir..). Kami kemudian turun.

Sebenernya di perjalanan turun terdapat kejadian seram, yakni ada petani yang terbesit oleh goloknya sendiri. Begitu pula kejadian sedih dimana ketika di jalan menuju pulang dengan mobil kami terhadang banjir.


***


Jadi tips gue buat yang mau ke Tegal Panjang adalah:
1. Buat SIMAKSI terlebih dahulu ke geologi Bandung.
2. Kalau bawa mobil usahakan mobil tersebut bisa Offroad sedikit ekstrim.
3. Berhati-hatilah dengan babi. Usahakan untuk menutup makanan sehingga tidak tercium oleh babi, begitupula bekas kita memasak.

My wikiloc for Tegal Panjang:
https://www.wikiloc.com/wikiloc/view.do?id=17883179


Comments

  1. akses dari tegal panjang ke camp david jauh g mba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. belum pernah nyoba jalan dari tegal panjang ke camp david. tapi kata yang lain sih sekitaran 2-3 jam. btw saya laki2, hehe

      Delete
  2. SIMAKSI tu maksudnya surat buat masuk tegal panjangnya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, ngurusnya di bandung kota ya. di gedung geologi bandung kalau gak salah CMIIW

      Delete
    2. kalau datang langsung trus daftar di t4 ketua RT di desa terdekat bisa g mas ?
      bisa minta e-mailnya mau nanya" transportasi ke sana mas.

      Delete
  3. Berapa kira2 simaksinya mas?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri