Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Rakutak, 22 – 24 Agustus 2014


Berawal dari membaca twit kakak Benny yang isinya mengajak gw buat naik gunung Rakutak, maka tergodalah gue dengan nama Rakutak itu. Cuma sayangnya pas ajakan itu gue enggak bisa berangkat soalnya pas banget dengan jadwal gawe gue yang sembrawut. Nasib pekerja shift memang.

Setelah itu hanya bisa tertegun melihat foto-foto pendakiannya kakak Benny. Memang ini gunung kecil, tingginya pun tidak seberapa dibandingkan dengan gunung-gunung yang lain. Tapi keadaan hutannya masih rapat, pemandangannya tidak kalah dengan gunung lain dan disana terdapat sebuah danau dimana kalau kita mau kesana harus melewati jalur air. "Ini nih yang menantang" kata gue.

Tapi menurut gue; setiap gunung itu unik dan kita salah besar apabila menentukan parameter keindahan dan kesukaran hanya dengan seberapa tinggi gunung itu.

Awal perencanaan gue mengajak banyak orang, lewat facebook, lewat twitter, lewat whatsapp, lewat BBM dan masih banyak lagi. Tapi di akhir yang tersisa hanya tiga orang, yaitu; gue, kakak Irgi dan Kakak Anjar.

Jumat, 22 Agustus 2014 


Gue berjalan menuju mesjid di terminal Kp. Rambutan, terlihat disana Kakak Irgi dan Kakak Anjar sudah berkumpul. Gue pun berhenti sejenak membeli gorengan. Lapar banget soalnya perjalanan antar propinsi. Setelah beres makan ketoprak, shalat Isya dan pipis, kemudian kami berjalan kedepan terminal untuk menunggu bus ke Bandung.

Di perjalanan gue gak bisa tidur dan akhirnya malah ngobrol hal yang sedikit berat dengan kakak Anjar. Saking beratnya akhirnya stress dan biar hilang stressnya kemudian gue buka instagram buat ngeliat video-video lucu di @indovidgram. Akhirnya kita ketawa ditengah manusia-manusia yang sudah pada tepar. Langsung mereka sedikit melototin.

Sampai di Bandung kami beristirahat di depan Alfamart sambil menunggu Kakak Acunk. Kakak Irgi berencana buat meminjam keril kakak Acunk karena kakak Irgi pakai daypack. Kampret banget sekali kakak Irgi ini, tega sekali dengan kita (gw, Anjar). Padahal dengkul kami sudah berbunyi.

Setelah digoda beberapa kali oleh preman Alfamart yang meminta uang tapi care banget sama kakak Irgi, akhirnya Acunk datang dan kami kemudian makan bubur bersama.

Setelah bertanya-tanya kepada Acunk kemudian kami bertanya kepada orang lain karena Acunk tidak tahu. Ya.. dia memang orang Bandung coret.

Transportasi gunung Rakutak untuk berangkat adalah; Naik elf jurusan Majalaya yang busnya sendiri ngetem di pertigaan dekat SPBU. Naik Elf Majalaya turun di Ciparay dan kemudian naik angkutan kota jurusan Pacet kemudian turun di Desa Sukarame atau bilang saja mau naik ke Gunung Rakutak.

Untuk turun karena kami lewat Kamojang maka kami harus mencari Angkutan Desa/Ojeg kemudian disambung lagi dengan angkot kuning jurusan Majalaya - Kamojang. Kemudian disambung lagi dengan menggunakan Elf jurusan ke Leuwipanjang (Elf yang sama).

Untuk ongkos Elf sebesar Rp. 8000,- menuju Ciparay. Dari Majalaya ke Leuwipanjang Rp. 9000,-.

Setelah kami selesai mencari informasi tersebut kami kemudian bergegas untuk check in di hotel Pertamina. Dan dengan baik hati Acunk mengantarkan kami semua. Semoga Tuhan membalas amal baikmu nak.


Akhirnya kami beristirahat disana, di kasur hijau bergambar mesjid.

Meet Point Alfamart

Di Hotel Pertamina


Sabtu, 23 Agustus 2014 


Subuh itu kami terbangun dengan badan encok, tapi gue berhasil tidur walaupun hanya sebentar dan gue senang.. hehe. Kami bertemu dengan pemuda yang akan menaiki Elf yang sama. Rupanya Anjar sempet berbicara panjang lebar dengan akang tersebut.

Perjalanan memakan waktu kurang lebih dua jam tergantung keadaan jalanan. Maka sebagian dari kami langsung tepar. Sampai di tujuan, pasar Ciparay kami langsung diberi tahu oleh akang tersebut. Padahal sebetulnya kami menginginkan tempe.

Hal yang pertama kami cari waktu itu adalah makanan. Lapar. Setelah makanan tentu saja WC. Sepertinya memang numpang lewat saja makanan itu.

Di mesjid Ciparay kami sempat beristirahat terlebih dahulu sambil kembali packing dan ngecharge handphone.
Di Mesjid Agung Ciparay

Sekitar jam sembilan pagi kami bergegas menuju desa Sukarame dengan menggunakan angkot tujuan Pacet.

Kurang lebih 45 menit kami sampai di gerbang desa Sukarame, ongkos kalau enggak salah Rp. 5000,-. Dari gerbang kami berniat naik ojeg sampai pintu rimba, tapi kebetulan kata orang-orang yang akan mendaki juga disana katanya jarak menuju pos sangat dekat. Yaudah kemudian kami jalan kaki. Sampai di Pos kami kebingungan, karena Pos pendaftaran sepertinya sudah sangat terbengkalai dan tidak terurus. Di Pos ini kelompok pemuda disana hanya mendata nama pendaki yang naik saja, sementara fasilitas seperti Basecamp tidak ada. Gue sendiri terpaksa harus buang ee di rumah warga, yang mana tidak ada pintunya lagi. Kalau yang ngelihat cewek cakep sih tidak masalah, tapi kalau yang ngelihat aki-aki bagaimana???. Hehe. Mungkin itulah kekurangan di Desa Sukarame ini.

Keadaan desa sendiri cendurung kotor, banyak sampah dimana-mana. Sayang sekali memang, daerah yang banyak oksigennya begitu, tapi pemandangan desanya tertutup sedikit sampah.

Yang perlu diketahui dari jalur pendakian Gunung Rakutak via desa Sukarame ini adalah memiliki tiga jalur. Ada yang mulai dari bawah, sedikit menanjak dan menanjak. Karena kami baru mendaki gunung ini maka kami memilih jalur yang kedua yang biasa dilewati pendaki.

Setelah selesai ganti baju untuk mendaki kami akhirnya berangkat dengan diantar Kang Asep (penjaga pos pendakian tadi). Beliau begitu baik, dengan senang hati mengantar kami ke jalur kedua. "Sieun salah jalan, soalna seueur nu nyasar" begitu kata Kang Asep, yang artinya “Takut salah jalan, soalnya banyak yang nyasar”. Setelah sampai di jalan lading satu jalur, kemudian kami di titipkan ke temannya yang kebetulan akan mengurus ladang punyanya diatas.

Bivak
Perjalanan dengan hawa panas tengah hari ini ternyata membuat kami kelelahan. Beberapa kali kami istirahat buat bobo siang, hingga yang paling lama itu bobo siang di sebuah bivak yang anginnya semeliwir yang pas banget untuk bobo siang.

Sekitar jam 10:00 pagi kami berangkat hangga sampai batas ladang sekitar jam 14:00 siang. Umumnya medan single track, di kanan-kiri banyak tanaman sayuran seperti cabe dll. Sementara medan dari batas hutan sampai Tegal Alun itu seperti medan Gunung Cikuray, menanjak sedang sedang namun minim sekali bonus track (bontrek). Hingga jam 17:00 kami sampai di Pos Tegal Alun, di pos ini terdapat tanah lapang yang dapat manampung sekitar 3-4 tenda dome kapasitas 4 orang.



Sekitar setengah jam dari Pos Tegal Alun, kami sampai di Puncak Dua. Perjalanan menuju Puncak dua ini banyak naik turun, jalan di punggungan gunung dengan vegetasi yang cukup rapat (masih ada pohon tinggi). Sekitar jam 17:30 kami sampai di Puncak dua.

Karena perut kami sangat kelaparan, akhirnya kami memutuskan untuk makan malam atau lebih tepatnya makan magrib di Puncak Dua. Sambil menunggu masakan masak, kami menemui banyak pendaki yang naik. Di Puncak Dua ini bias menampung 2 tenda dome (tapi mepet banget), dengan pemandangan 360 derajat atau vegetasi terbuka dimana kanan-kiri adalah jurang. Jadi harus sedikit berhati-hati.

Habis kenyang kami langsung bersiap-siap lagi untuk meloncat ke jurang sambil meneriakan nama Nikita Willy. Tapi kemudian tidak jadi, karena mengingat kami (saya khususnya) belum kawin.

Perjalanan dari Puncak Dua menuju Puncak Utama ini lumayan ekstrim. Jalan tipis dengan jurang di sisi kanan-kiri. Apabila hujan dan anginya besar akan cukup merepotkan. Apalagi kalau turun salju, karena para pendaki pasti akan sibuk membuat es serut.

Pemandangan Gunung Rakutak di waktu malam cukup indah, sama seperti di Gunung Cikuray. Kita disajikan oleh pemandangan lampu-lampu kota di sisi kiri, sementara di sisi kanan penuh dengan kegelapan yang hampa. Hampa seperti hati penulis.

Sampai setengah jam kami sampai di Puncak Utama dan bermalam disana.

Di Puncak Utama sendiri dapat menampung sekitar 3 tenda dengan kondisi vegetasi sama seperti Puncak Dua, yaitu tidak ada pohon sama sekali. Jadi harus cukup berhati-hati kalau malam, karena sisi-kanan-kiri adalah jurang.

Seperti biasa, malam hari kami isi dengan curhatan-curhatan para fakir cinta. Kecuali kakak Anjar tentunya, karena beliau telah sukses. Sedikit seruputan kopi melengkapi kenikmatan bermalam di gunung ini. Walaupun sering kali kopinya jarang habis karena cepat sekali dingin. Seandainya di gunung ada microwave, pasti kopi ini tidak akan dingin. Dingin seperti hati kamu kepada aku, hingga kamu tidak mau naik gunung bareng lagi sama aku. Mungkin aku juga yang salah karena terlalu keras buat kamu, tapi itu juga demi kamu supaya kamu tahu dasar-dasar hidup di alam bebas. Tapi yasudahlah, sekarang terserah kamu saja.

Akhirnya kami tertidur karena mungkin sudah pada mabok mendengar curhatan gue.

Sebelum Tegal Alun

Pemandangan Gunung Rakutak

Pos Tegal Alun

Awan Senja

Puncak Utama

Puncak Dua

Minggu, 24 Agustus 2014

Seperti biasa kami bangun sedikit pagi, sangat sulit memang mendeskripsikan kata “sedikit pagi tersebut”. Tapi memang melihat matahari terbit di gunung, bagi kami adalah “terpaksa”.

Hingga sekitar jam 07:00 pagi gue bangun untuk membuat kopi. Tidak ada yang lebih nikmat daripada segelas kopi dan muka kusut sehabis bangun tidur memang. Langit diwaktu itu sedikit oranye, membuat semangat pagi bergejolak. Senyuman gadis di tenda sebelah cukup menenangkan, walaupun tidak sadar belek masih menempel.

Akhirnya semua bangun. Kakak Anjar berita kalau malam tadi kedinginan dan langsung memakai kembali legging pink miliknya. Tenda imut kami memang tidak mampu menahan hembusan angina yang begitu dasyat. Walaupun aku tahu yang lebih dasyat itu adalah senyuman kamu.

Jam 09:00 kami selesai packing dan melanjutkan perjalanan kami. Perjalanan yang gue bilang “bonus” dari perjalanan ini, yaitu menuju Danau Ciharus.

Perjalanan diawali dengan kembali menelusuri punggungan hingga ke tempat yang lebih tinggi lagi. Iya betul yang lebih tinggi lagi. Awalnya kami berpikir kalau Puncak Utama itu adalah puncak tertinggi Gunung Rakutak, tapi ternyata ada yang lebih tinggi lagi. Entah mungkin karena sesuatu hal yang menjadikan puncak tertinggi Gunung Rakutak ini tidak seterkenal seperti Puncak Utama.

Sekitar setengah jam kurang kami sampai ke Top Puncak Gunung Rakutak. Kami sempat berfoto disana tapi karena sesuatu hal, foto kami disana “hitam” semua. Hitam ini benar-benar hitam, entah apa memang kamera HP gue rusak atau ada hal mistis. Karena di internetpun tidak ada foto disini dan setelah pergi ke tempat yang sedikit lebih jauh dari sana, kamera HP berfungsi lagi.

Hanjiiiir serem. Tapi sebaiknya kita asumsikan penjelasan yang logis terlebih dahulu.

Dan 10 menit kemudian kami sampai di akhir punggungan yang disana terlihat Danau Ciharus di kejauhan.

Danau Ciharus dari Punggungan Gn. Rakutak
Kakak Irgi bertanya “Chen, ini beneran kita kesana?”. Kemudian gue jawab “iyalah”, tapi pas dilihat-lihat lagi ternyata lumayan juga ya? (dalam hati).

Track diawali dengan jalanan turun terjal kebawah, kemudian kami memasuki hutan rapat yang lembab. Info dari teman-teman dan internet mengatakan kalau di jalur ini sampai danau katanya banyak pacet dan nanti kita melewati jalur air yang tingginya sampai sepinggang anak TK ..eh sepinggang orang dewasa.

Tapi mungkin karena kami kesananya waktu itu sedang musim kemarau, jadi di jalan jarang ditemukan pacet dan track sungai tidak terlalu dalam. Namun tetap saja, jalur ini jarang sekali di lalui. Jadi Harus siap golok untuk membuka jalan.

Yang perlu diperhatikan di jalur ini adalah; banyak sekali percabangan dan banyak sekali perburuan. Jadi harus dilihat tanda dengan seksama, juga hati-hati dengan anjing-anjing para pemburu yang siap menyantap sosis anda. Seperti kejadian kakak Anjar yang bertugas sebagai pembuka jalan. Dikala perjalanan kami yang tentram dan bersenandung “la..la..la..la..” itu tiba-tiba berubah 180 derajat gara-gara Anjing ganas yang tiba-tiba muncul.

“Mang.. Anjingna mang..” kata kakak Anjar dengan muka pucat.

Yang beruntung si mamang yang punya anjing kemudian muncul dan mengamankan jalur. Mungkin si anjing tadi berkata “Awas loe! Lain kali enggak ada majikan gue, gue makan sosis loe!” sambil menatap sinis ke arah kami.

Semenjak saat itu, golok Tramontina kami oper ke kakak Anjar.

Jam 12:00 siang kami sampai di jalur air. Perlu diketahui disini terdapat pertigaan besar yang terpat sungai di dekatnya. Usahakan untuk memilih jalur ke arah hulu (sumber) sungai tadi, karena sumber sungai tadi adalah Danau Ciharus. Rasa air disini cukup netral, jadi bias dipakai untuk isi ulang minum.

Jalur Air
Sesekali kami melewati sungai, mungkin sungai inilah yang di maksud di internet. Yang ganas apabila musim hujan. Karena waktu kami lewat sana, ketinggian sungai cukup dangkal sehingga mudah dilewati. Sampai jam 13:30 kami sampai di bukit terakhir sebelum Danau Ciharus. Disini nanti kita menyebrang sungai dan jalan melalui pinggiran bukit. Jadi menurut gue kalau mau istirahat makan siang itu bagusnya disini, karena selain tempatnya sejuk juga tersedia banyak air apabila keselek.

Setelah makan siang, kami bergegas melanjutkan perjalanan ke danau. Sekitar jam 14:00 kami sampai di Danau Ciharus. Terlihat danau ini tidak dirawat, banyak sekali sampah. Tipikal yang tidak terlihat indah apabila dilihat dari dekat. Banyak factor, mungkin dari pendakinya sendiri atau dari para biker mototrail. Soalnya danau ini dijadikan destinasi mototrail juga, sayangnya mereka sehabis makan siang, sampahnya tidak dikumpulkan.

Danau Ciharus
Karena perjalanan masih panjang dan waktu sudah sore, kami langsung bergegas menuju Pertamina Kamojang.

Salah Satu Mototrail
Jalur pulang juga sangat membingungkan, karena terdapat banyak jalur disini. Lebih amannya kita mengikuti jalur mototrail. Akan tetapi memang cukup beresiko karena banyak mototrail yang berlalu-lalang dengan kecepatan yang tidak pelan.

Kemudian disinilah kami bertemu aa-aa Majalaya.

Kejadiannya mereka ingin berlibur melakukan kegiatan memancing di Danau Ciharus melewati jalur mototrail. Tapi mereka menggunakan bukan mototrail, inilah penyebab masalahnya. Tiap kali jalan yang menajak mereka tersangkut, akhirnya kami ikutan menolong mereka. Di dalam hati berbicara “Ai sia, kadieu the teu marikir kitu? Marake motor bebek, matic”, yang artinya “Ai kamu, kesini enggak pada mikir apa? Pake motor bebek, matic”gue geleng-geleng kepala. Memang sih ada mototrail juga diantara mereka, tapi cuma satu. Gue pikir sih itu orangnya yang ngeracun motor bebek, matic buat kesini. Gelo.

Tapi memang kasihan juga mereka, akhirnya gue dan kakak Anjar membantu. Namun lama-kelamaan cape juga, nyangkut terus motornya. Akhirnya karena waktu kami yang terbatas kami meninggalkan mereka yang tersangkut.

Jalan mototrail ini terdapat beberapa kali tanjakan hingga sampai diatas jalan relative datar. Di pertigaan  pilih jalur ke kiri, karena kalau ke kanan itu jalur ke danau juga. Hingga jam 15:45 sampailah kami di Pertamina Kamojang.

Pipa gas Pertamina Kamojang
Pipa Gas Pertamina Kamojang
Kami berhenti sebentar untuk istirahat dan mem-packing ulang keril kami, tak lama kemudian muncul aa-aa Majalaya yang kami tolong tadi, dia menawarkan tumpangan. Tanpa piker panjang langsung kami sikat.

Ternyata keputusan kami itu tidak sia-sia, jarak dari batas hutan sampai perkampungan itu sangat jauuuuuuuuuuh uh uh uh. Beruntunglah kami yang ditawari naik sepeda motor mereka. Pertamina Kamojang ini sangat luas, terdiri dari banyak sumur geothermal. Sayang waktu kami kesana , kami tidak membawa lamaran.

Kamipun berhenti sejenak di Indonesia Power Kamojang untuk sekedar foto-foto. Kebetulan disana ada tukang cilok, jadi kami berhenti untuk membeli cilok.

Setelah berbicara dengan aa-aa Majalaya, ternyata mencari angkutan di Kamojang ini cukup sulit. Awalnya kita naik angkutan desa yang berupa mobil pribadi yang dimodifikasi, kemudian naik angkutan jurusan Kamojang-Majalaya yang juga sangat jarang. Karena hal itu kemudian si aa-aa Majalaya menawarkan untuk mengantar kami sampai Majalaya. Wah ternyata baik sekali mereka.

Akhirnya kami sampai Majalaya, di tempat pemberhentian Elf menuju Leuwipanjang.

Setelah berpamitan kami, kemudian naik Elf menuju Leuwipanjang. Ongkos elf sendiri hanya berbeda 1000,- Rupiah dari Ongkos ke Ciparay.

Di Leuwipanjang ternyata sudah ada Acunk yang menunggu kami, setelah kenyang makan di Ampera (tapi sambelnya enggak enak dan mahal) akhirnya kami berpamitan dengan Acunk dan melanjutkan perjalanan pulang.

Terima kasih untuk:
1.      Allah SWT.
2.      Team Rakutak.
3.      Acunk.
4.      Aa-aa Majalaya.
5.      Keluarga yang selalu mendudukung.

Enjoy! :)

Untuk Waypoint dapat di download di page everytrail gue.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri