RINJANI Part 1: Gunung Impian

Pendahuluan
Rinjani. Begitu mendengar kata-kata ini gw jadi teringat jaman gw masih sekolah dahulu, tepatnya jaman SMA. Dulu gw adalah siswa biasa yang tidak berbakat sama sekali, bodoh dan tidak mempunyai kemampuan apa-apa (walaupun sampai sekarang juga sama), bahkan gw sepat meraskan ranking ke empat puluh delapan dari lima puluh dua siswa di kelas satu SMA. Awalnya gw bergabung dengan organisasi pencinta alam karena balas dendam. Yah balas dendam, waktu gw massih kecil gw sering melihat kakak gw pergi kemping dan ketika gw minta untuk ikut gw selalu tidak diperbolehkan. Sebenarnya orang tua gw termasuk orang tua yang bebas, membiarkan anaknya melakukan apapun yang dia mau. Tepatnya semenjak kelas 3 SD gw sudah pergi kemana-mana tapi sesampainya di rumah hanya ditanya "darimana?" tanpa sedikitpun marah kepada gw. Gw juga bingung, apa ini suatu bentuk kebebasan? atau ketidakpedulian? tapi mungkin inilah yang menjadikan gw senang sekali mendaki gunung.

Ketika gw bergabung dengan organisasi pencinta alam di sekolah, gw masih dibawa rasa bangga karena berhasill melewati pendidikan dan latihan (diklat) yang tidak semua murid "mempunyai nyali" untuk melakukannya. Tapi seiring berjalannya waktu gw jadi tahu kalau kesombongan bukanlah inti dari semua tapi kenikmatan mendakilah yang menjadi candu gw untuk melakukan kegiatan ini berulang-ulang. Lama gw mendaki gw akhirnya tahu semua hal tentang gunung dan pendakian, dan salah satunya adalah Gunung Rinjani. Dari dahulu gw takjub dengan keindahan gunung ini, puncaknya, danaunya, jalurnya dan wana wisata di sekitar gunung ini. Tapi yang membuat hati sedih adalah ternyata gunung ini sangat jauh dan begitu panjang jalurnya sehingga membutuhkan waktu dan uang yang tidak sedikit untuk menginjakan kaki disana, apalagi gw hanya seorang pelajar yang mengandalkan uang saku dari orang tua.

Selepas gw lulus dari SMA gw mulai bekerja dan mulai menuai jerih payah sendiri. Perlahan demi perlahan gunung-gunung di tanah jawa mulai gw telusuri dan gw juga ikut di beberapa komunitas pendaki yang tiap kali bertemu denganpendaki lainnya selalu membicarakan tentang Gunung Rinjani. Mungkin pertanyaan yang paling mengesalkan adalah "Elu belum pernah ke Rinjani Dit?" atau gw seketika menjadi kambing conge dengan air liur bercucuran mendengar obrolan mereka.

Tahun demi tahun telah berlalu, gw yang statusnya sudah memiliki uang sendiri juga ternyata masih kesulitan untuk kesana. Disisi lain juga Gunung Semeru pun belum bisa gw datangi. Akhirnya setelah empat tahun berlalu gw berhasil menginjakan kaki di tanah tertinggi pulau jawa, sebenarnya waktu itu pengen nangis tapi karena teringat kata-kata "boys don't cry" jadi gw menahan nangis.

Tentunya keberhasilan gw ini tidak terlepas dari teman-teman yang satu tujuan. Yah, apalah gw tanpa kalian kawan? Terima kasih atas kebersamaannya.

Penyusunan Rencana

Setelah selesai mendaki Semeru, gw dan teman gw Haqi berjanji bahwa tujuan selanjutnya kami adalah Gunung Rinjani. Setelah memakan waktu yang sangat lama akhirnya gw mendapatkan crew dengan otak yang sama seperti gw (bukan otak mesum tentunya). Dan yang membalas ajakan gw pertama kali adalah kakak Cucu. Kakak Cucu adalah wanita (tidak tahu pasti apakah dahulu dia pernah menjadi pria) yang terpincut dengan keindahan Rinjani yang berdampak reaksi berantai ke porter pribadinya, yaitu adalah Anjar. Sebenarnya ini sudah gw prediksi dan gw sangat senang Anjar ikut dalam perjalanan ini, karena selain beliau kuat dia juga belum mengalami gagal dengkul seperti gw dan Haqi alami. Selanjutnya kehadiran Anjar berdampak ke ikutsertanya Om Dody yang merupakan teman satu kerjaan Anjar yang hobby naik gunung juga. Sebenarnya masih banyak peserta lain yang gw ajak, tapi mereka terlalu sibuk dengan hobby mereka yang lain seperti dek Dziki dan Imam yang terlalu sibuk dengan hobby kuliahnya. Dodo yang sayang sekali waktu itu sedang sakit karena wanita (eaaa). dsb.

akhirnya gw membagi tugas, gw yang membuat itinerary, Cucu yang mendesign kaos, Anjar yang mencari informasi transportasi sementara Haqi dan Om Doddy kebagian mijit plus-plus kita. Setelah proses yang cukup panjang, tiket pesawat yang menjadi mahal, transportasi ke bandara, equip apa yang dibawa, bawa pacar atau enggak (tapi eh, gw kan gak punya.. T.T). Kemudian kami bertemu di bandara.

Kaos Rinjani designed by Cucu


Bandara: Kemunculan tukang tissu dan wajah udik

Gw dan Haqi memutuskan kebandara habis Shubuh yang berdampak terlihatnya kami sperti gembel di bandara yang kelaparan dan kekurangan kasih sayang. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Anjar dan Cucu muncul dihadapan kami. Terlihat Anjar yang awalnya saja sudah kesusahan menggotong kerilnya, sementara Cucu terlihat tertawa licik dalam hati saat melihat Anjar. Sepertinya itu suatu bentuk kekerasan dalam rumah tangga, gak kebayang nanti Anjar disuruh membawa apalagi oleh Cucu. Sungguh kejam kau kakak. Kemudian Om Dody datang, karena gw dan Haqi baru bertemu pertama kali kami jadi kaget, ternyata beliau sungguh tua ..eh maaf beliau sungguh berumur ..eh maaf lagi beliau sungguh senior dibandingkan kami semua. Setelah itu kami juga berkenalan dengan dengan  dua orang dari Bandung, namanya adalah.. (aduh gw lupa..) pokoknya yang satu botak yang satu enggak. Mereka terlihat sangat pro sekali, terlihat juga dari equip mereka yang membuat saya mengeluarkan air liur.

Gembel bandara

Kemudian kami packing ulang barang bawaan kami, dan terkaget dengan jumlah tissu basah yang dibawa oleh Cucu. Pokoknya jumlahnya cukup untuk dibagian ke semua orang di dalam pesawat.

"Buset ini tissu banyak amat!?" kata gw.

"Ihh.. itu kan beli 2 gratis 1" jawab Cucu.

"Iya, bonus sih bonus.. tapi gak usah dibawa juga kaleeee.. hadehhh.." gw membalas.
Akhinya kami check in.

Sebelumnya gw sempat mengejek Cucu dengan tas nya yang super ringan. Tetapi sewaktu ditimbang pada saat check in, ternyata tas keril gw juga ringan (langsung gw nutupin muka, sebelumnya dengan senyum tak  bersalah). Tapi yang paling berat adalah keril Om Dody, gw curiga.. mungkin Om Dody membawa semua peralatan dapur di dalam rumahnya, microwave, rantang, panci, kompor, tabung gas dan ulegan. Hemm.. Kasihan sekali istri Om Dody jadi gak bisa masak.

Mau boarding

Dan kami sampai di pengecekan tahap akhir, SESUATU YANG BURUK TERJADI! ternyata Anjar membawa kancut ..eh pisau di dalam tas kecilnya. Hal ini yang membuat Anjar harus kembali ke security di bawah untuk menitipkan pisau tersebut [adegan perpisahan yang menyedihkan: Cucu mencoba meraih tangan Anjar yang digiring oleh security]. Tapi tak lama kami bertemu lagi (eh siapa luh? guwe Anjar..).

Orang-orang udik

Akhirnya kami masuk ke dalam pesawat, dan ternyata kami bersebelahan dengan pendaki asal Bandung, suatu kebetulan sekali. Terlihat wajah udik kami sewaktu naik pesawat, maklum pertama kali, biasanya kalau enggak kereta ekonomi yan Bus ekonomi (ekonomi semuaaa!!!). Dan gw senyam-senyum sendiri melihat mantan-mantan gw (pramugari) mempergakan cara menggunakan peralatan keselamatan di pesawat. Gw berharap ada sesi memperagakan CPR, enggak apa-apa deh walaupun gw harus sangat terpaksa menjadi volunteer, tapi itu tidak terjadi. *wajah kecewa*
Kemudian pesawat siap take off.

"Cuy! gw degdegan" gw bicara dalam hati ke diri gw sendiri.

"Anjrit take off!" gw berbicara ke diri gw dalam hati lagi.

"Syukurlah" gw berbicara dalam hati lagi lagi setelah selesai take off.

Di perjalanan kami udik melihat pemandangan di luar jendela, di sebelah kami juga ada bapak-bapak dan kami mengobrol tentang pulau lombok.

2 jam berlalu..

Dan akhinya kami sampai di Lombok. *wajah sumringah*

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!