Backpacker Bau Asem di Kuala Lumpur


Curhat dikit ah

Pertama kali gue singgah di Kuala Lumpur, negeri tetangga yang kulturnya hampir sama dengan Indonesia. Enggak tahu kenapa kebanyakan orang di Indonesia sangat takut berpergian ke luar negeri, walaupun itu negeri tetangga. Beberapa diantaranya berpikir kalau ke luar negeri itu super mahal, yang lainnya lagi bilang "Ngapain ke luar negeri? Lebih indah negeri sendiri!". Memang Indonesia itu indah, tapi bagaimana kita bisa ngebandingin kalau kita enggak pernah ke negeri lain selain Indonesia. Begitu sama halnya dengan keramahan dan kenyamanan. Lagian kami ke luar negeri itu bukan sekedar pamer dan nikmatin (jujur aja), tapi juga buat mengenal pelosok lain di planet bumi yang kita tinggalin sekarang. Kalau sudah kenal, kita jadi bisa makin sayang. Ya kan?.

Dipikir-pikir intro gue berat banget ya, haha.

Sumringah sama angkutan masal

Pas pertama kali berjalan di lorong kedatangan bandara KLIA2, gue seakan gak percaya kalau kita bener-bener jadi backpackeran ke luar negeri. Kalau sendirian mungkin gue sudah ciut, tapi kali ini untungnya banyakan sama temen-temen gue.

Perjalanan kita terhenti di sebuah wastafel minum deket toilet, langsung saja gue keluarin botol minum. Seakan inget trik-trik backpacking yang gue baca. "Hemat uang sehemat-hematnya! Sekalipun itu cuma minum". Ya emang duitnya juga ngepas sih.

Kemudian kita keluar imigrasi dan dapetin cap Malaysia. Masukin fingerprint, dan taraaa! Kita keliling Kuala Lumpur (KL).

Di KLIA2 ini banyak banget pusat perbelanjaan, mirip kayak mall tapi mungkin lebih kecil. Karena kami di Malaysia hanya sebentar dan rencananya cuma keliling Kuala Lumpur saja, jadinya kita nitipin barang-barang kita di bandara, yang kebetulan disana ada tempat penitipan barang. Dengan harga kalau enggak salah 51 RM kita dapetin locker yang gede banget, muat sampai 4 tas keril kecil.

Walaupun di bandara ini ada kereta transit buat menuju KL sentral, tapi temen gue bilang kalau lebih murah naek bus. Untuk naek bus, kami berjalan ke lantai bawah dimana tempat transit bus berada. Untuk tiketnya bisa dibeli di loket deket pintu keluar bandara. Harga tiketnya 11 RM sampai KL Sentral.

Sempet bingung kita naek bus apa, nyocokin sama nama bus yang ada di tiket tapi enggak ada yang sama. Setelah sekian lama kita baru nyadar kalau disana kita naek bus yang mana aja, karena tiketnya mungkin pake sistem reimburstment. Kemudian akhirnya kita naek bus menuju KL Sentral.

Ada yang unik di Malaysia ini, yaitu kata-kata dalam bahasa asing yang di adaptasikan ke bahasa melayu. Seperti misalnya Bus menjadi Bas, Bicycle jadi Baysikel. Jadi pengucapan tetep sama tapi ejaannya beda. Oke lanjut lagi ke perjalanan.

Di perjalanan kita sempet khawatir, apakah ini bus yang bener atau enggak? Soalnya kalau dilihat dari jendela kita kayak yang menjauhi kota. Tapi satu jam berlalu ternyata kita sampai juga di KL Sentral.

KL Sentral ini mirip kayak terminal yang terkoneksi dengan angkutan masal lainnya. Ada LRT, KRT, Bus dan Rapid Train (KL transit). Di dalamnya juga banyak banget tempat makan dan belanja. Karena kami kelaperan, maka kami makan di KFC KL Sentral. Sesuai prediksi gue, kalau makanan pedes di luar negeri itu jarang banget. Maka gue langsung keluarin saja bon cabe yang gue bawa.

Sarapan plus makan siang
Setelah makan kami langsung cabut menggunakan KRT, gue lupa harga tiketnya berapa? Tapi terjangkau lah. Gujes-gujes suara kereta nganterin kami ke tujuan pertama, yaitu Batu Cave.
Menunggu Kereta
Sepi banget keretanya
Dari jauh kelihatan banget batu gede, itulah Batu Cave setelah kami turun dari kereta api, eh.. enggak di cek sama sekali, padahal kita pake tiket kertas, ya mungkin karena alatnya lagi ada masalah. Yang unik lagi di tempat transit umum kayak gini jarang banget ada petugas keamanan. Semuanya kayak udah dididik buat matuhin peraturan, enggak kayak di Indonesia yang petugasnya banyak banget. Karena penumpangnya susah diatur. Hhhhh.. capek aing.

Bau burung, burung siapa?

Karena Batu Cave ini merupakan bangunan religius umat Hindu, disini banyak sekali warga keturunan India. Seperti di pelataran masuk ada beberapa orang yang menawarkan jasa ramal masa depan dan juga penjual pernak pernik.

Yang paling terkenal dari Batu Cave ini adalah patung Murugan yang besar dan berwarna emas. Di sampingnya terdapat tangga menuju kuil diatasnya. Disini juga banyak terdapat monyet dan burung merpati. Kalau monyet cuma ada di sekitaran tangga, tapi kalau burung ada di semua wilayah Batu Cave. Ini yang bikin aroma disana bau burung banget. Kalau yang mau kesana mungkin bisa bawa masker biar bisa ngurangin baunya.

Ohiya, buat para cewek yang pake celana pendek atau rok mini disini diperkenankan untuk menutup bagian pahanya dengan kain (padahal kainnya juga transparan, jadi kelihatan juga.. tapi yasudahlah), lebih baik pake celana panjang.
Di depan patung Murugan
Tangga ke kuil atas
Tangga menuju kuil luar biasanya banyaknya. Entah ada berapa anak tangga? Gue capek juga ngitungnya. Tapi buat kalian yang sering encok, mendingan diem dibawah aja deh sambil minum es kacang.

Setelah melewati tangga kemudian kita masuk ke dalam goa. Di dalam goa ini banyak banget pahatan dewa-dewi yang dipahat langsung dari dinding goa. Dibagian yang paling dalam lagi, kami ngelewatin tangga yang lain namun lebih pendek. Kemudian kami berada di goa vertikal yang sangat lebar, cahaya matahari masuk lewat lubang goa vertikal ini, menyinari tiap pahatan dan bangunan disana.

Tangga lagi
Kuil

Lokasi paling atas
Ohiya.. bangunan di Batu Cave ini sangat berwarna-warni. Semua pahatannya diberi warna. Bagus banget buat difoto.

Mandi keringet, ah bodo.. di luar negeri ini

Selepas dari Batu Cave kami langsung menjelajah bagian KL yang lain. Kami turun di Stasium Bank Negara Malaysia kemudian menuju tanah lapang yang disebut Dataran Merdeka. Pokoknya banyak bangunan eksotis disini, bahkan kami sampai rela panas-panasan. Hal yang gak mungkin dilakukan di kota Jakarta, Bogor, apalagi Cilegon.
Di Bank Negara
Di Dataran Merdeka
Kemudian kami sholat Dzuhur dan Ashar di mesjid Jamek Bandaraya. Setelah itu gue ngeliat menara tinggi banget, kayaknya dulu gue pernah liat di status mantan gue (caelah). Ngeliat menara itu kemudian gue langsung pengen kesana, ada apa sih disana?. Anjirrr.. aneh banget gue waktu itu.

Karena enggak tau rute dan harga angkutan buat ke menara KL dan setelah ngeliat peta yang sepertinya deket banget. Akhir kami putusin buat jalan kaki. Eh.. ternyata jauh banget. Faaaaak!.

Berjalan sekitar 1,5 jam kami kemudian sampai di gerbang masuk menara. Disana kita kemudian naek shuttle car yang disediain sama pihak pengelola. Gratis!. Sempet nanya-nanya tentang angkutan dan ternyata kita bisa naik bus GoKL buat kemana-mana. Dan itu percuma!, percuma disini dalam bahasa Indonesia, artinya; gratis.

"Percuma tong lu naek bus ini!" Kata si Iqbal.

"Percuma saja aku lakukan pengorbanan ini untukmu!".

Jadinya

"Gratis saja aku lakukan pengorbanan ini untukmu".

Aneh juga ya jadinya..

Bagian bawah menara KL atau yang biasa disebut KL-Tower ini rupanya luas juga. Banyak toko dan restoran disini.

Kami disambut penjaga yang kemudian nganterin kami ke ticketing counter. Disana kami ngeliat paket wisata yang paling standar yaitu sebesar 150 RM/orang, what!? Mahal banget. Padahal cuma naek terus foto doang. Bukan paket yang sama makan malem kayak mantan gue. Karena mahal, dan enggak mau kelihatan miskin, jadinya gue bilang "Kita ke money changer dulu deh..". Padahal mah kabur dari lokasi. Dasar muka kriminal semua!.

Di Depan Menara KL
Gak apa-apa gak ke atas, yang penting bisa foto disini
Demikianlah kisah super zonk di menara KL. Tapi lain kali gue bakal naek kesana ah dan dinner sama kamu.

Menu favorit: nasi goreng ayam

Enggak lama setelah ngedenger kata "percuma", kami jadi mendadak males jalan kaki lagi. Kemana-mana mulai pake bus GoKL. Ke menara Petronas, pake bus GoKL. Ke Bukit Bintang, pake bus GoKL. Sampai ke WC pun, pake bus GoKL. Cuma ke hati kamu aja yang enggak pake bus GoKL (soalnya hati kamu jauh sih di Rengasdengklok, belum di aspal.. haghaghag). Capek ngegombal akhirnya kita cari makan.

Kita makan malam di China Town, pokoknya berasa kayak di Cina. Sempet ngelewatin daerah yang namanya Bukit Bintang, tempat perbelanjaan kaum jenset sih menurut gue. Sangat enggak cocok buat kami. Yah.. kami mah dikasih tahu bulat saja udah uyuhan.

Banyak banget pilihan makanan disini, makanan halal juga banyak. Juga jangan takut buat tanya-tanya sama pelayannya, karena kebanyakan orang Indonesia yang kerja disana. Kalau kami pilih spot yang ada lentera di atasnya, biar kegantengan bertambah pas difoto nanti.
Bener kan kegantengan kami bertambah?
Banyak banget menu disini, tapi mau sebanyak apapun juga, yang namanya cowok mah enggak bakal milih menu berdasarkan gambarnya, tapi yang berdasarkan harganya. Jadilah kami milih nasi goreng ayam dengan minum teh tarik. Anehnya menu ini menjadi menu favorit kami sepanjang hari-hari berikutnya. Bomaat! Yang penting kenyang!.

Ngalay di menara Petronas

Pernah liat enggak foto temen-temen kalian di medsos pas dia di menara Petronas? Pasti pernah kan? Kayak gimana posenya? Pasti dengan kamera menghadap ke atas dan foto gedung yang bercahaya. Waktu dulu gue ngilat foto itu, gue bilang.. "alay banget sih, enggak ada pose lain gitu?".

Ternyata pas disana.. gue melakukannya!!! Bersama pengunjung-pengunjung yang lain juga! Bahkan bule-bule pun begitu!. Tutup muka gue! Hahaha.

Sudut yang sama dengan kebanyakan orang
Perjalanan ke menara Petronas (kalau enggak salah) menggunakan bus GoKL warna ungu. Hati-hati karena bus ini turun di samping menara Petronas, bukan di depan. Karena dari samping bentuknya enggak seperti dua menara kembar, sempet ragu karena enggak mau turun. Tapi kemudian pak Supir marah-marah pake bahasa melayu, berhubung gue gak ngerti jadi bayangin aja dia lagi nyanyi. Ya intinya bus sudah sampe di lokasi.

Di malam hari, gedung ini bersinar terang banget. Di depannya juga ada air mancur dengan warna lampu warna-warni. Hampir di setiap sudut ada orang berselfie. Begitu juga kami, bau asem bekas keringat seakan terlupakan. Seperti bayangan sedih di masa lalu yang tertimpa kegembiraan.

Enggak lama kami mulai lelah, lelah dengan sikapnya. Iya.. si menara cuma bisa diam tanpa sepatah kata apapun, padahal kami udah capek-capek menemuinya. Kesal, kemudian kami kembali ke KL Sentral dengan naik LRT. Kereta monorail yang dimensinya lebih kecil daripada kereta biasa, jalurnya pun bisa di bawah tanah juga di atas tanah.

Naik LRT
Beberapa menit kami tiba kembali di KL Sentral, kemudian mengulang rute dengan naik bus ke KLIA2 untuk kemudian bertemu dengan artis idola dari Medan yang sudah nunggu lama di Bandara. Ihiy!.

Setelah kami ketemu dengan artis Medan, kami langsung makan malem. Bau asem, bau ketek, bau matahari menemani kami sepanjang makan malem waktu itu. Kami akhirnya nyobain mandi di toilet lantai satu. Triknya adalah; jangan mandi sewaktu jadwal Cleaning Service (CS) bersih-bersih.

Tunggu sampe dia selesai bersih-bersih dan kalian bisa mandi. Soalnya waktu di lantai tiga, temen gue dengan polosnya bawa handuk sama alat mandi sambil ditenteng ke toilet sewaktu jadwal CS nya kerja. Jadi dia langsung dimarahin. Kasian si Danys.

Habis mandi, kami langsung nyari spot tidur. Banyak spot yang enak buat tidur di KLIA2 ini. Spot-spot di depan cafe yang belum buka biasanya terdapat karpet sama tempat duduk, nyaman banget buat tidur. Tapi kalau pengen yang ada colokan listriknya, kita harus tidur di lantai keramik.

Sayangnya jumlah colokan listrik yang nganggur paling cuma satu atau dua. Jadi pesen gue kalau kalian mau nginep disini; bawalah terminal colokan, juga jangan lupa kalau disana jenis colokannya adalah colokan UK yang bentuknya tiga colokan. That's all.. Semoga membantu.
Foto bersama artis Medan



Comments

Popular posts from this blog

Catatan Perjalanan Gunung Patuha; Kawah Yang Terlupakan

Mengakali "Life Hack" Colokan di Luar Negri

Bagusan Model Sepatu Jaman Dulu!