Sahur On The River
Sabtu sore
semuanya berjalan seperti biasa. Gw yang pada hari itu masuk pagi dan sore
karena harus membayar change day dengan teman satu kerjaan gw.
Setelah
siang kondisi awan mulai mendung, seperti hati yang melihatnya. Curcol deh gw.
Tau bakal
hujan, gw mengambil inisiatif mengambil sample lot duluan. Jadi pas bagian
sorenya gw gak kehujanan. Licik deh gw. Hahahaha.. (tertawa licik).
Sesuai perkiraan
hujan mengalir deras, gw tetap mengocok melt flow dan hati ini tetap sakit. Kok
hati gw sakit? Ah ya sudahlah.
Malam hari
menjelang pulang, grup Whatsapp Laboratrium mulai ramai.
“Banjir gede
di Zublin! Bus pada mogok”.
Gw kira ini
banjir biasa, jadi gw tenang aja sambil nyeruput kopi menunggu grup berikutnya
pada datang.
Setengah jam
berlalu, anggota grup C sudah banyak yang berdatangan. Gw pun Langsung menaiki
bus CAP-24 yang sudah terparkir.
Perjalanan
awal kami di suguhi banjir dengan ketinggian biasa sampai betis maksimal. “Owh
ini mah biasa..” kata gw. Kemudian kita lanjut terus, banyak sekali melihat
motor dituntun dan mesinnya sudah mati. Seperti abang Marcell bilang; Firasat.
Firasat gw sudah mulai gak enak.
Gw melihat toko
Indomaret yang tergenang dan penjaganya termenung melihat itu semua. Ah
kasihan. Terus gw melihat warteg-warteg yang tergenang. Melihat cewek-cewek
yang tergenang juga. Lho!?. Owh.. rupanya salah fokus.
Dan terang
aja kita melewati genangan yang sampai setinggi perut. Mobil-mobil biasa banyak
yang tenggelam dan hanyut entah kemana. Sesekali lumba-lumba melewati bus kami.
Mesin bus yang gw tumpangi sebenarnya masin kuat berjalan tapi kemudian sesuatu
yang buruk terjadi, sesuatu yang tidak disangka oleh semua orang, sesuatu yang
menyedihkan, lebih menyedihkan dari kisah-kisah sinetron yang ada sekarang ini.
Sejenak bus yang gw tumpangi berhenti di tengah-tengah sungai Amazon karena kendaraan di depannya ada yang mogok. Lima menit kemudian bus yang gw tumpangi tersendak-sendak seperti kalau ditolak cewek. Uh.. Kemudian mati. L
Beberapa
saat pak supir yang biasa dipanggil Masbro mencoba untuk men-starter kembali,
tapi tidak kunjung menyala. Kemudian Masbro membuka kap mesin, tapi tidak
melakukan apa-apa. “Lha buat apa dibuka Masbro!?” (dalam hati) wajah kesal
tersirat dari para penumpang. Tapi kemudian dia menelpon mekanik dan bertanya
solusi tatkala mesin terendam di sungai Amazon seperti ini. Tetep saja mesin
tidak berjalan.
Kemudian
kami menjadi melankolis berjamaah.
Bagaimana
tidak? Kami terjebak di tengah-tengah sungai dengan kedalaman sampai seperut. Kami
sangat takut sekali, sangat takut kalau kami turun kami langsung digigit ikan
piranha. Belum lagi jika kami hanyut ditelan arus. Nanti cewek-cewek pada
sedih.
Beberapa
saat berlalu, kami masih saja melihat mesin bus yang tenggelam. Anehnya bus di
samping kami berhasil hidup kembali. “Lihatlah bus itu, dia berhasil move on”.
Pak Dedi
yang waktu itu merupakan kepala Bus menerangkan teorinya, tapi teman-teman yang
lain malah menertawakannya. Kasihan sekali pak Dedi. Sejenak pak Dedi ingin
menghanyutkkan diri ke dalam sungai. Untungnya waktu itu berhasil dicegah oleh
penduduk sekitar. “Pak! Jangan tengelam disini pak! Nanti airnya kotor!”. Maka
pak Dedipun tidak jadi tenggelam.
Karena
banyaknya lumba-lumab di sekitar bus kami. Maka kamipun meminta tolong kepada
para lumba-lumba itu. Dengan modal uang hasil kerja keras para penghuni bus,
sebanyak 71 ribu. Maka kami menyewa jasa lumba-lumba itu untuk mendorong bus
kami.
Bus pun kini
menjadi bus go green, low emition.
Tidak diduga
Masbro mengerem busnya, spontan para lumba-lumba yang mendorong pun terpentok
oleh bus.
“Maaf kang, ada
balok ngehalangin nih..”
“Balok apa
kieun?”
“Empring!
Empring!”
Empring? Apa
itu empring?. Oh.. mungkin ini adalah bahasa kode mereka.
Akhirnya
kami sampai ke daratan dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepasa para
lumba-lumba.
Satu jam
berlalu namun tidak ada perkembangan, sang mekanik tidak kunjung datang.
Sementara waktu sudah menujukan jam satu lebih. Hal ini membuat kami bingung,
karena waktu itu adalah bulan puasa dan kami sebagai anak-anak sholeh kami
harus sahur. Maka pada waktu itu pak Dedi langsung mengajak kami berkumpul. Pak
Dedi menghimbau agar kita mendesak Masbro utnuk memberikan solusi segera,
karena apabila tidak maka kami akan memboikot bus dan membakarnya. Tapi para
anggota hanya menertawakan pak Dedi. Kasian pak Dedi.
Kamipun
memutuskan untuk jalan menelusuri jalanan basah sampai mendapakat kendaraan.
Tapi sungguh tidak disangka! Pak Dedi langsung meninggalkan anak buahnya. Pak dedi
langsung menumpang di truk tanki.
“Dasar penghianat!!!!” begitulah teriakan anak buahnya yang tertipu oleh janji-janji manis pak Dedi.
Tak lama
kemudian ada sebuah mobil bak terbuka terlihat dari kejauhan. Nasuki kemudian
mengambil inisiatif untuk menghentikan mobil bak itu. Parang pun telah
disiapkan Nasuki. Mobil pun berhenti dan kami langsung naik ke dalam bak.
Dasar memang
anak alay, si Rahmat malah foto-foto sendiri.
“Mat ikutan
dong mat!” kata gw.
Jam 2 pagi
kami sampai di simpang karena mobil bak hanya dapat mengantarkan sampai simpang
saja. Kamipun bingung untuk sampai ke kota Serang harus naik apa? Kami galau.
Ternyata ada
taksi sedang terparkir di dekat tempat kami berhenti. Kami kemudian menentukan
rencana untuk menyewa taksi. Tapi sungguh kampret! Sang supir taksi tidak mau
mengantarkan kami. Si oji yang mencoba menghampiri pak supir taksipun ditolak,
pak supir malah berpura-pura menelpon. Tuh kan.. ditolak itu sakit! Jangan pernah
nolak deh! Apalagi nolak gw. Eh..
Untungnya
waktu itu ada angkot serang yang sedang berkeliaran. Akhirnya kami bersepuluh
menaiki angkot itu. Dengan modal goceng doing sudah sampai kota Serang. Kamipun
menjulurkan lidah kepada pak supir taksi. :p
Jam 3 pagi
gw sampai rumah dan sorenya tidak masuk kerja. Heuheu..
13 Juli 2013
ahahaha.. mengocok perut sekali bacanya... sukaaaaaa *suka klo a adit terdzolimi* eh
ReplyDelete-___-
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteluar biasa... lumba-lumba di sungai amazon. Kasian lumba-lumbanya.
ReplyDelete#eh btw itu lumba-lumba dalam denotasi apa sebenernya, Kak?
lumba-lumba maksudnya warga sekitar situ ria, mereka banjir malah pada sibuk enggak jelas dijalan. btw, mohon maaf lahir batin yah ria :)
ReplyDelete